Sabtu, 09 Februari 2008

Padi

Rabu, 14 Nopember 2007. BUDAYA

Padi Menguning di Kapal Perang

JAKARTA-Apa yang terjadi jika sebuah konser yang dibarengkan dengan rilis album dilangsungkan di sebuah kapal perang yang berlayar di laut lepas. Sebuah pengalaman yang sulit dilupakan. Itulah yang terjadi ketika Sony-BMG, Padi, dan TNI Angkatan Laut menggelar hajatan unik di atas kapal perang KRI Teluk Mandar 514 yang berlayar di Teluk Jakarta. Menyertakan hampir semua kesatuan AL seperti Kopaska, Marinir, Taifib, Kowal, Pasukan Selam, hingga para awak yang berjumlah ratusan, berlayarlah kapal perang buatan Korea Selatan itu dengan kecepatan 4 knot. Atau setara dengan kecepatan kendaraan di darat sejauh 20-30 km/jam. Meski hanya membelah samudra sejauh 10 mil laut dari dermaga 200 di Pelabuhan Tanjuk Priok, Jakarta, kesan yang ditimbulkannya sangatlah mendalam.
Hal inilah yang membuat personel Padi yang terdiri atas Fadly Arifuddin (vokal), Piyi Yudi Wahono (gitar, vokal), Ari Susianto (gitar), Risndra Risyanto (bas), dan Yoyo Prasetyo (drum) antusias merilis album terbaru mereka, Tak Hanya Diam. Dan di atas geladak kapal perang yang baru saja usai dilibatkan dalam perayaan Hari Pahlawan 10 November lalu itulah, puluhan lagu Padi dari album perdana Begitu Indah (1999) hingga album kelima dan terkini digemakan dengan meriah.
Ratusan Siswa

Dengan dukungan tata suara, pencahayaan, dan segala hal teknis yang njlimet, minikonser yang biasanya digelar di sebuah hal itu mampu dipindah ke atas geladak kapal perang yang berlayar membelah ombak. Tak tanggung-tanggung, sebuah kapal perang pengawal KRI Todak turut "mengamankan" konser yang juga dihadiri ratusan siswa-siswi SMA se-Jabodetabek itu. Hasilnya, bersama ratusan anggota kesatuan AL yang turut dalam pelayaran, malih rupalah suasana di atas kapal perang itu menjadi arena fiesta Sobat Padi selama enam jam pelayaran pulang-balik.

Tembang-tembang hit seperti "Mahadewi" dan "Begitu Indah" dari album Begitu Indah (1999), "Tak Hanya Diam" dari album Padi (2005), "Belum Terlambat", dan "Aku Bisa Menjadi" dari album teranyar, menggema di laut lepas mulai pukul 16.45, Senin (12/11). Diselingi sesi tanya jawab kepada wartawan berkenaan dengan konsep musikalitas, lirik, intrumental, hingga kemungkinan tanggapan pasar atas album yang digarap hingga 2,5 tahun itu, konser digeber kembali mulai pukul 19.00.

Sejurus kemudian, lagu gres bertempo cepat "Sang Penghibur" yang video klipnya digarap di London, Inggris, itu mengalun untuk kali pertama di bawah lindungan dua meriam antipesawat yang berputar-putar 360 derajat. Selajutnya, diselingi beberapa lagu lawas yang pernah menjadi hit, lagu-lagu baru Padi dari album anyar yang diharapkan dapat melampui target penjualan hingga 150 ribu kopi, atau setara dengan raihan platinum itu, diperdengarkan juga untuk kali pertama. (G20-45)


Membaca dan Menyuarakan Kegelisahan


MENURUT pengamat musik Remy Soetansyah, banyak catatan bagus yang diberikan pada empat album Padi terdahulu. Dan di album mereka terkini, catatan membanggakan itu sepatutnya kembali ditorehkan. Kematangan secara lirikal, musikal, instrumental hingga pembawaan diri para personel yang merayakan satu dekade kiprah mereka di industri musik Indonesia itu, cukup membanggakan.

"Album Tak Hanya Diam semakin membuktikan kematangan mereka," kata Remy. Atas nama kematangan Padi itulah, dia menyebut grup band asal Surabaya itu semakin "menguning". Apa tanggapan para personel Padi? Menurut Piyu, dengan pengalaman panjang mereka, album kelima mereka itu justru mengemas semangat yang berbeda dibandingkan album-album terdahulunya.

"Semangat untuk merasakan apa yang dirasakan orang lain lebih kental di album ini," katanya.
Hal yang sama diamini Yoyo, Rindra, Fadly, dan Ari. Bagi mereka, album yang banyak menyuarakan pesan sosial dan tidak melulu berbicara cinta kacangan itu, mencoba membaca dan menyuarakan kegelisahan kehidupan orang kebanyakan.

Hasilnya, di atas kapal perang KRI Teluk Mandar 514 yang membelah lautan, Padi yang "menguning" mengumbar pesan-pesan kebajikan mereka dalam iringan pop rock. Layaknya para bijak bestari yang seolah-olah paling tahu makna kehidupan, mereka menghibur ratusan penikmatnya sembari berkisah tentang arti kata memaafkan, mencintai, bertoleransi dan berbesar hati di tengah samudera. (Benny Benke-45)

Tidak ada komentar: