Rabu, 27 Februari 2008

Ananda Sukarlan

Kamis, 23 Maret 2006. BUDAYA
Denting Piano yang Melenakan
JAKARTA-Apalagi yang mau dikatakan tentang Ananda Sukarlan, satu-satunya orang Indonesia yang diabadikan da-lam buku prestisius 2000 Outstanding Musicians of the 20th Century. Buku yang diterbitkan The International Biographical Center of Cambridge tersebut berisi riwayat hidup 2.000 figur yang berdedikasi dalam berbagai profesi musik. Lihatlah, ketika Ananda menarikan kesepuluh jemarinya dengan lincah di atas tuts piano di Gedung Kesenian Jakarta (GKJ), Rabu (21/3) lalu. Semua penonton yang menyesaki ge-dung kesenian paling bergengsi di Jakarta itu dibuat terkesima oleh kemahirannya. Terlebih pada saat nomor mi-lik D Shostakovich bertitel "Prelude & Fuque op 87 No 4 in E Minor" yang usai dihantarkannya, semakin melenakan penonton. ''Shostakovic adalah musikus dari Rusia yang semasa hi-dupnya di bawah tekanan Sta-lin,'' ujar pianis yang juga kerap tampil di hal-hal terhormat di dunia seperti di Concertgebouw Amsterdam dan Philharmonies Berlin. ''Karena mungkin dinilai terlalu berat oleh Stalin dan mengajak orang untuk berpikir, musiknya dianggap membahayakan negara. Kalau Stalin dari dulu tahu di Indonesia ada dangdut mungkin dia akan mengimpornya,'' imbuhnya yang langsung disambut gelak tawa pe-nonton. Jenius. Ya, Ananda Sukarlan, pianis jenius dengan segudang reputasi internasional, dengan catatan prestasi yang telah mendunia ini ''pulang kampung''. Dalam re-sital pianonya kali ini, dia menggelar ''2006, Triple Anniversaries'' yang merangkum 250 Tahun Mozart, 100 Tahun Shostakovich, 70 Tahun Trisutji Kamal. Pada komposisi milik Mozart, Ananda membawakan "Sonata in A Minor, K.310", yang masing-masing terdiri atas Allegro Maestoso, Andante Cantabile Con Espressione, dan Presto. Demikianlah Ananda yang namanya juga tercatat dalam buku ''The International Who's Who in Music'' memaparkan setiap komposisi demi komposisi. Dengan linear namun melenakan, Ananda menyajikan musik dalam nuansa penikmatan yang lain. Demikian halnya ketika Ananda membawakan komposisi milik pianis senior Indonesia, Trisujti Kamal. Nomor-nomor soundtrack film-film lawas seperti "Ballada Palupi" (Apa yang Kau Cari, Palupi?), "Idyll" (Yang Kembali Bersemi), "Intermezzo" (Sekuntum Duri), dan "Wanita" (Jangan Ambil Nyawaku) juga dibawakannya. (Benny Benke-45)

Tower Of Power (TOP)

Sabtu, 04 Maret 2006. BUDAYA
Dari Pentas Java Jazz
TOP Menjadi Magnet

TAMPIL di panggung utama Dji Sam Soe Hall atau yang biasa disebut Plennary Hall, Tower Of Power (TOP) menyedot perhatian penikmat jazz yang memadati Jakarta Convention Center, semalam. Ya, perhelatan musik akbar bertajuk Jakarta International Java Jazz Festival (JIJJF) 2006 telah dimulai dan akan terus menyuguhkan lebih dari 1.000 pemusik hingga Minggu (5/3) besok. TOP yang berasal Oakland, California, AS, langsung mengantarkan musik campuran jazz, funk, rock dan soul. Pamor bermusik mereka yang telah berpengalaman lebih dari 30 tahun dalam blantika jazz dunia masih menyala. Emilio Castillo (saksofon tenor, vokal), Stephen "Doc" Kupka (saksofon bariton), Rocco Prestia (bas), Adolfo Acosta (trumpet, flugelhorn), Tom Politzer (saksofon tenor), David Garibaldi (drum), Roger Smith (kibor), Jeff Tamelier (gitar, vokal), Mike Bogart (trumpet, flugelhorn, vokal), dan Larry Braggs (vokal utama), mampu menyihir ratusan penonton untuk menekuni sajian musik mereka. Grup jazz yang pernah bekerja bareng Elton John, Rod Stewart, Dionne Warwick bahkan mampu memengaruhi Sting pada awal karier bermusiknya ini, benar-benar menunjukkan tajinya. Sehingga tidak mengherankan jika penonton yang disuguhi tembang hit mereka seperti "Just Get Your Feet Back on the Ground", "Let's Take a Ride", dan "I Got You Groove" diajak ikut bergoyang hingga aksi mereka purna. Pusat Perhatian. TOP yang naik panggung tepat pukul 19.00 benar-benar menjadi pusat perhatian dalam pembukaan perhelatan akbar ini. Sebelumnya sudah hadir musisi jazz seperti Jaque Mate, Mezzoforte, JDS Present Generation of The Drums, Bali Lounge, Sova, Hyper Sax & Co. "Saya fans berat mereka," tutur Didik SSS, salah seorang saksofonis senior yang tidak henti-hentinya menghentakkan kaki bersama kawan-kawan musisi lainnya. Di antara musisi Indonesia yang juga terlihat antusias menyimak TOP diantaranya Pinkan (Cokelat), Yuke (Dewa 19), dan Yovie Widianto (Kahitna). Tower Of Power menyudahi aksinya pada pukul 20.30. Di tempat yang sama, semalam nama besar Patti Austin featuring Dave Koz All Star, dan The Brand New Heavies terus mencekoki penikmat jazz hingga pukul 02.00. Masih banyak musisi yang bakal tampil dalam JIJJF 2006 dalam dua hari berikutnya. Sebut saja Lee Ritenour, Incognito, Kool & The Gang, dan Eric Bennet. Ada pula jawara jazz anak negeri seperti Idang Rasjidi Syndicate, Benny Likumahua & The Jazz Connection, Ireng Maulana and Friends, Luluk Purwanto & Rene V Helsdingen, Indra Lesmana, dan Bubi Chen. "Saya dan semua yang terlibat dalam proyek ini hanya ingin mendudukkan nama Jakarta dalam peta musik jazz dunia yang dihormati. Dan nyatanya, kami mampu mewujudkannya dengan dukungan antusiasme pengisi acara dan penonton yang luar biasa," ujar Peter F Gontha selaku Festival Chairman. (Benny Benke-45)

Jatuh Cinta Lagi

Kamis, 02 Maret 2006. BUDAYA.
Film ''Jatuh Cinta Lagi''
Cinta Mengusik Profesi

JAKARTA-Krisdayanti (KD) tampaknya tak mau menyia-nyiakan pamor kebintangannya. Setelah berkibar dalam dunia tarik suara dan beberapa kali membintangi sinetron, kini dia terjun ke dunia layar lebar. Tidak tanggung-tanggung, KD bertindak langsung sebagai co-producer KD Movies sekaligus sebagai pelakon utama dalam film tersebut. Berapa bayaran istri Anang Hermansyah untuk film Jatuh Cinta Lagi (JCL) yang akan mulai edar 2 Maret ini? Kabarnya Rp 500 juta. ''Saya tidak akan menyebut angka persisnya. Tapi kisaran itu adalah angka yang wajar untuk seorang bintang sekelas KD,'' tutur Raam Punjabi, bos Multivision Pictures seusai perview JCL di Pasaraya Grande, Blok M, Jakarta, baru-baru ini. Meski bermain dengan kekuatan keaktrisan yang biasa-biasa saja dalam JCL, Raam yang bekerja sama dengan KD Movies berharap nama KD dapat menyedot pencintanya untuk menonton film komedi drama tersebut. Sebaik apakah film yang disutradarai Rizal Mantovani yang pernah menghasilkan Kuldesak dan Jelangkung ini? Secara penceritaan JCL yang ditulis Ve Handojo yang pernah menulis skenario Buruan Cium Gue tidak ada yang luar biasa. Dengan mengangkat dunia kepengacaraan dalam memenangkan perkara para kliennya, JCL lagi-lagi masih bersikutat kepada permasalahan silang pendapat urusan cinta para pelakunya. Alur ceritanya sangat bisa ditebak. Kesalahpahaman yang berujung pada perselisihan dan per-tengkaran akhirnya dapat diurai di akhir cerita. Yang menjadi penolong film yang membutuhkan waktu syuting selama 24 hari ini mungkin permainan cemerlang Cornelia Agatha. Salah satu nomine peraih Pemeran Wanita Terbaik FFI 2005 lewat film Detik Terakhir ini, benar-benar menunjukkan kemampuannya. Berperan sebagai aktris dangdut yang bermasalah, Lia mampu mempertontonkan arti sebuah peran yang musti dilakoninya. Penolong lainnya adalah peran Yoga Krispratama, penyunting gambar yang pernah memenangi Piala Citra lewat film Janji Joni. Dia menghadirkan gambar yang apik. Selain itu juga ada racikan musik Andi Rianto yang berpengalaman mewarnai film Arisan!, Belahan Jiwa dan 9 Naga. Komedi Drama. JCL yang menurut Rizal Mantovani berbalut semangat serial komedi drama Friends, mengalir laksana cerita teen-lit. Pengisahan tidak ada yang membuat dahi berkerut meski tidak juga membuat penontonnya terbahak. Yang ada malahan idiom-idiom slapstick usang yang coba dihadirkan kembali dalam nuansa kekinian. ''Memang, mungkin ini Friends ala Indonesia ya. Tapi beda kok,'' katanya. Dikisahkah Lila (diperankan Krisdayanti), dipercaya firma hukumnya untuk memenangkan kasus perceraian dan perebutan hak asuh kliennya. Lawan Lila dalam kasus ini adalah Andre (Gary Iskak), pengacara yang dibantu asisten setianya yang diperankan Alex Abbad. Sedangkan Cornelia Agatha yang memerani pendangdut bernama Dea Angelia bersikukuh agar hak asuh anaknya dapat diperjuangkan dengan sungguh-sungguh pula oleh pengacaranya, Andre. ertempuran di meja hijau antara Lila dan Andre plus tingkah polah Dea Angelia sebagai pendangdut yang heboh, menjadi menu utama film berdurasi 90 menit ini. ila yang sinis terhadap trik-trik kepengacaraan Andre, akhirnya mau tidak mau membuat strategi baru. Yaitu dengan masuk ke dunia Andre yang sebenarnya pada awalnya tidak disukainya. edekatan antara Lila dan Andre inilah yang justru membuat keduanya akhirnya jatuh cinta lagi. Semudah itukah Lila jatuh cinta kepada seterunya di meja hijau. Dan apakah Dea Angelia yang seronok dan terkenal dengan "goyang pompa" yang senantiasa diuber-uber kru infotainment ini mendapatkan hak asuh anaknya? Jatuh Cinta Lagi yang juga diramaikan juga dengan akting Endhita ini, mengisahkannya dengan enteng dan biasa-biasa saja. (Benny Benke-45)

Ekspedisi Mahadewa

Senin, 27 Februari 2006. BUDAYA
Film Ekspedisi Mahadewa
Aksi Petualangan Tora Sudiro Berbiaya Rp 7 Miliar

MENYEMPAL dari kebanyakan genre film Indonesia yang lagi menjamur saat ini, film Ekspedisi Mahadewa menawarkan tema aksi petualangan. Film yang konon memakan waktu 7 tahun untuk riset itu menghabiskan biaya Rp 7 miliar. Boleh dikata garapan sutradara Franklin Darmadi ini merupakan film Indonesia paling wah hingga saat ini. Didukung lebih dari 600 kru dan figuran, dengan seting outdoor dibangun di Sukabumi, Bandung dan Sentul, serta menampilkan pemeran utama Tora Sudiro. Popularitas aktor ini tak diragukan lagi. Demikian pula dengan kemampuan aktingnya. Dia meraih gelar aktor terbaik FFI lewat film Arisan (2004) dan dikenal luas berkat acara Extravaganza di Trans TV. Namun, jualan utama film yang akan diputar di bioskop mulai 9 Maret ini bukan hanya popularitas Tora Sudiro, melainkan kualitas sebuah film secara utuh. Penggarapan film ini membutuhkan studio ukuran 35 x 35 meter dengan tinggi 18 meter, yang diklaim sebagai set indoor sekali pakai terbesar yang pernah dibangun untuk film Indonesia berseting cerita modern. Film ini juga secara serius menggarap special effect dan sound effect dengan mendatangkan perangkat keras dari Hong Kong yang pernah dipakai untuk film Crouching Tiger Hidden Dragon dan Kungfu Hustle. Secara keseluruhan Ekspedisi Mahadewa memang belum sebanding kisah petualangan Indiana Jones-nya Steven Spielberg. Tapi, upaya Cinervo Pictures Production dan Surya Citra Pictures untuk memproduksi film aksi petualangan patut mendapat acungan jempol. ''Saya hanya ingin mengatakan bahwa kita juga mampu membuat film aksi petualangan,'' tutur Franklin seusai pemutaran perdana Ekspedisi Mahadewa di Cilandak Town Square, Jakarta, Jumat (24/2) lalu.
Hal senada dikemukakan aktor senior Frans Tumbuan. ''Waktu kali pertama dihubungi, saya berpikir film ini mempunyai niat besar, tapi kemampuan kecil. Namun, setelah proses pembuatannya usai, pikiran saya berubah. Ini film besar yang sama besar dengan kemampuan pembuatnya,'' kata Frans. Keris Bertuah. Film Ekspedisi Mahadewa berkisah tentang pencarian benda-benda purbakala yang bernilai sejarah sekaligus bertuah. Dikisahkan sebuah perang besar meletus di Jawa Dwipa pada abad ke-13. Seorang patih memenangi peperangan itu dengan bantuan sebuah keris. Keris itulah yang diburu oleh Tiro Mandawa (Tora Sudiro), seorang pemburu barang kuno freelance. Ekspedisi untuk menemukan keris itu dilakukannya bersama Satrio Bangun (Arie Dagienkz), Profesor Kuncoro Pranoto (Frans Tumbuan), beserta kedua anaknya, Sandiko Pranoto (Marsha Timothy) dan Panji Pranoto (Irshadi Bagas) serta Miranda Adinia (Intan Kaunang). Proses perburuan keris mendapat rintangan dari kawanan Maulana (Indra Birowo), spesialis penjarah benda-benda purbakala. Keadaan menjadi pelik ketika Miranda Adinia, yang jatuh hati kepada Tiro, ternyata berkomplot dengan Maulana. Puncak perburuan yang terjadi di Sumatra menjadi lebih pelik ketika Adinoto Madewa (Pierre Gruno), pemilik Ekspedisi Mahadewa, juga berkepentingan dengan keberadaan keris itu. Maka, perebutan kepemilikan keris antara Tiro, jagoan yang berbekal ketapel, dengan Maulana yang selalu menjinjing senjata M16 dan AK 47 menjadi menu utama film laga ini. (Benny Benke-43)

Broken Flower

Jumat, 24 Februari 2006. BUDAYA
Preview "Broken Flower"
Kerinduan pada Kenangan

APA jadinya jika seorang lelaki single paroh baya melakukan perjalanan panjang untuk menemui para mantan kekasihnya? Atas misi apakah tokoh Don Johnston (Bill Murray), lelaki paroh baya itu bersusah-susah kembali mengunjungi masa lalunya? Untuk membangunkan kembali kenangan indah yang telah pecah bekeping-keping, menyelesaikan perkara yang belum rampung, atau sekadar iseng? Dalam film Broken Flower yang pernah meraih Grand Prix Cannes International Film Festival 2005, segala romantika yang menyertai perjalanan itu dikisahkan dengan apik. Jim Jarmusch sebagai penulis dan sutradara tidak hanya menyuguhkan kisah yang tidak lazim. Dukungan para pelakon watak kelas satu juga menjadi suguhan tersendiri. Nama Bill Murray yang pernah mendapatkan Golden Globe, BAFTA, dan Independent Spirit sebagai Aktor Terbaik lewat film Lost in Translation, adalah satu daya tarik tersendiri. Selain pernah juga dinominasikan untuk kategori serupa dalam Academy Awards, Murray juga pernah melakoni puluhan film penting. Nama penting lainnya adalah Sharon Stone yang melejit lewat film Basic Instinct. Dalam waktu dekat dia juga bersiap meluncurkan sekuelnya, yakni Basic Instinct 2:Risk Addiction. Prestasi Stone ketika menyabet Golden Globe Award lewat film Casino serta beberapa kali dinominasikan dalam Academy Award, seolah memperkukuh stempel keapikan Broken Flower. Surat Pink. Kisah Broken Flower dimulai dari datangnya sebuah surat berwarna pink di pintu rumah Don. Surat yang diketik rapi tanpa alamat pengirim itu menceritakan bahwa ada remaja berumur 19 tahun yang sedang mencari Don. Si remaja itu melakukan perjalanan jauh hanya demi satu tujuan: mencari jati diri siapa ayahnya sebenarnya. Dan di dalam surat itu dituliskan dengan jelas bahwa remaja tersebut tak lain dan tak bukan adalah anak Don. Don atas desakan teman karib sekaligus tetangganya, Winston (Jeffrey Wright), mulai mengkalkulasi berapa banyak perempuan yang pernah singgah di hatinya, dan barangkali salah satu dari mereka mengirimi surat itu. (Benny Benke-45)