Senin, 11 Februari 2008

Roedjito

Kamis, 04 Nopember 2004. BUDAYA

Anugerah Seni untuk Mestro Skenografi

JAKARTA - Dalam tata pentas sebuah panggung teater atau skenografi di Indonesia, tak ada nama yang berkibar selain almarhum Roedjito. Dedikasi laki-laki kelahiran Banyumas 21 Juli 1932 ini memang telah melegenda dalam jagad pemanggungan di Tanah Air. Karena itu, tidaklah heran jika hampir semua sutradara besar di negeri ini pernah bekerja sama dengan Roedjito. Sutradara teater seperti Teguh Karya (alm), Arifin C Noer (alm), WS Rendra, Putu Wijaya, Nano Riantiarno sampai Garin Nugroho pun ikut merasakan sentuhan estetis Roedjito.

Maka, tidaklah berlebihan jika Dewan Kesenian Jakarta memberi anugerah kepadanya. "Almarhum Roedjito mampu menerjemahkan gagasan-gagasan artistik dengan cemerlang,'' kata Ratna Sarumpaet, pimpinan Satu Merah Panggung di Taman Ismail Marzuki, Jakarta, belum lama ini. Lulusan Fakultas Hukum dan Pengetahuan Masyarakat UI ini yang dianggap sebagai maestro skenografi ini meraih Anugrah Seni dari Dewan Kesenian Jakarta. Pemberian penghargaan itu mendapatkan tanggapan yang sangat positif dari para sejawatnya.

''Tidak ada yang lebih indah dari sebuah kerendahhatian. Baik kerendahhatian dalam bentuk karya maupun persona,'' ujar Putu Wijaya, pimpinan Teater Mandiri yang meletakkan sosok Mbah Djito, demikian ia biasa disapa, sebagai seorang guru yang tidak pernah menggurui.

Guru Antropologis

Karya Roedjito memancarkan daya renung yang mendalam, sehingga sebagai sebuah kreasi ia telah memberikan kesan yang sangat mendalam. ''Pernah suatu kali saya bertutur panjang lebar kepada mbah Djito perihal konsep pemanggungan salah satu lakon saya. Setelah saya menjabarkan proses yang ndakik-ndakik, ternyata dia hanya menggambarkan sebuah sket panggung yang teramat sangat sederhana. Namun sket itu mampu mewakili semua yang ada di kepala saya,'' kenang Nano Riantiarno, pimpinan Teater Koma.

Kebesaran Roedjito yang pernah memperdalam pengetahuan seni di East West Center, Hawaii, Amerika Serikat (1970) ini juga sangat membekas di benak WS Rendra, dedengkot Bengkel Teater. ''Ketika kali pertama saya mementaskan Mini Kata di Bentara Budaya, mas Djito memberikan sambutan yang sangat baik. Dan sejak saat itulah ia menjadi guru antropologis saya,'' kenangnya. (G20-63).

Tidak ada komentar: