Senin, 11 Februari 2008

Achdiat K. Mihardja

Kamis, 23 Desember 2004. BUDAYA

Jejak Pemikiran Dua Sastrawan Besar

DI tengah ingar bingar kemunculan penulis muda Indonesia dengan karya yang segar dan inovatif, Achdiat Karta Mihardja tiba-tiba kembali menyeruak. Ya, siapa yang tidak mengenal nama Achdiat, salah satu sastrawan besar yang pernah dimiliki negeri ini. Balai Pustaka menerbitkan kembali roman karya Achdiat dan kumpulan puisi karya almarhum Marius Ramis Dajoh, yang lebih tenar dengan nama MR. Dajoh. Peluncuran dua karya sastra itu dilakukan di Galeri Cipta II, TIM, Jakarta, Selasa (21/12).

Achdiat yang kini berusia 94 tahun dan sejak 1960 bermukim dan menjadi warga negara Australia meluncurkan kembali roman lamannya yang berjudul Debu Cinta Bertebaran. Roman yang kali pertama diterbitkan tahun 1973 di Malaysia dan dialihbahasakan oleh Pam Allen dengan judul, The Scattered Dust of Love (diterbitkan di Australia tahun 2002) ini secara resmi bersama kumpulan puisi MR. Dajoh berjudul Bunga Bakti diterbitkan ulang oleh penerbit Balai Pustaka.
Peluncuran buku dihadiri oleh Achdiat yang tampak renta. Acara diisi bedah buku MR Dajoh oleh Remy Sylado dan bedah buku Achdiat oleh Ajip Rosidi, dengan pemandu penyair Taufik Ismail.

Menurut Remy Sylado, untuk menyelami dan memahami makna instrinsik dan eksentrik dari buku kumpulan puisi MR Dajoh dibutuhkan pendalaman bahasa yang digunakan penyairnya pada masanya, yaitu bahasa Melayu Minahasa. ''Selain itu, saya harus mundur 90 tahun ke belakang untuk menyelami setiap syair yang almarhum tuliskan yang dianggap modern pada waktu itu,'' katanya. Menurut Remy, kendala zaman dan miskinnya kosa kata (diksional) yang digunakan oleh penyair yang wafat pada 15 Mei 1975 ini mengakibatkannya enggan berkomentar terlalu banyak terhadap Bunga Bakti.

Sementara itu, Ajip Rosidi memandang Debu Cinta Bertebaran tak ubahnya sebuah roman gagasan yang jika dibaca rasanya seperti ketika kita membaca sebuah tajuk rencana di koran-koran. ''Berbeda dengan roman Atheis yang sangat luar biasa itu,'' kata Professor Gaidai University of Foreign Studies Jepang. Menurutnya, Achdiat memaksakan pemikirannya untuk diemban oleh tokoh-tokohnya sehingga roman ini lebih layak disebut roman ''kaleidoskop''.

Memang, Debu Cinta Bertebaran ditulis oleh pengarangnya ketika sudah menetap di Australia. Roman itu berkisah tentang tokoh perantauan Indonesia yang tinggal dan menetap di Australia. Namun, setelah menjadi orang setempat, ternyata tetap dipengaruhi oleh kondisi Indonesia pada era Demokrasi Terpimpin tahun 1960-an. Karena itu, tidak berlebihan jika secara faktual pada saat itu mempengaruhi proses penciptaannya. Achdiat secara resmi menjadi anggota PSI, partai yang pada tahun 1960 dilarang oleh Presiden Soekarno. (Benny Benke-63)

Tidak ada komentar: