Senin, 11 Februari 2008

Alexander

Kamis, 16 Desember 2004. BUDAYA

Film Alexander
Ketika sang Penakluk Menangis

''Nasib Baik Hanya Menyertai (Orang-orang) Pemberani''.

KEBERANIAN yang hakiki adalah kemampuan seseorang untuk menaklukan segala rasa takut. Maka, kematian pun tidak akan pernah mampu menggentarkan hatinya. Sebaliknya, kematian dalam kejayaan (untuk menegakkan panji-panji negara) justru yang dinanti-nantikannya. ''Nasib baik hanya menyertai (orang-orang) pemberani''. Demikianlah Alexander yang Agung dari Macedonia, salah seorang legenda terbesar dalam peradaban manusia ''menghasut'' pasukannya ketika hendak berperang melawan prajurit Raja Darius III dari Persia. Dalam perang yang dicatat sebagai perang Gaugamela tahun 331 SM itu, pasukan Alexander yang hanya berjumlah 40.000 infantri dan 7.000 kavaleri mampu memporak-porandakan 250.000 pasukan terlatih Persia.

Setelah mampu menduduki Babilonia dan mendapat julukan dari rakyat di sana dengan nama Iskandar Yang Agung. Putra Raja Philip dari sebuah negara di Eropa ini mulai menaklukkan hampir 90 persen wilayah dunia (yang dikenal saat itu) pada usia 25 tahun. Dalam waktu delapan tahun, negara-negara yang sekarang dikenal sebagai Albania, Turki, Bulgaria, Mesir, Libya, Israel, Yordania, Siria, Libanon, Siprus, Irak, Iran, Afganistan, Uzbekistan, Pakistan dan India ditaklukkannya.

Bahkan, dalam sebuah mitos, Sang Megas Alexandros ini pun menitikkan air mata, menangis, ketika sudah tidak ada wilayah lagi yang tersisa untuk ditaklukkannya. Dalam usia menjelang 33, ketika Timur dan Barat berhasil disatukannya dalam bentang wilayah dua juta mil persegi, sang pemuja Achilles dan Herakles ini memilih berdamai dengan nasi. Dia meninggal pada tahun 323 SM. Keharuman namanya masih dikenang hingga sekarang dengan campuran berbagai mitos yang mengelilingi kebesarannya. Namun, sebagaimana kisah kepergian ''orang besar'' lainnya, ia meninggalkan perpecahan yang tidak berkesudahan.

Sangat Realistik

Kisah Alexander yang Agung itu difilmkan dengan sangat luar biasa oleh Oliver Stone, sutradara dan penulis skenario peraih Piala Oscar. Dari tangannya telah lahir film-film legendaris seperti Midnight Express, Born on the Fourth of July, Platoon, JFK, Natural Born Killer, Nixon, Heaven on Earth, Salvador, The Doors, Wall Street, U-Turn dan masih banyak lagi.Stone memang berniat menghadirkan kisah kepahlawanan prajurit pemberani dengan pendekatan serealistik mungkin. Karena itu dia melibatkan Robin Lane Fox, sejarawan dari New College, Oxford, AS penulis buku ''Biography of Alexander'' (1972) yang telah terjual lebih dari sejuta kopi.

Film yang diberi judul Alexander ini tak hanya memotret sisi kepahlawanan tokoh legendaris itu. Stone juga membidik sisi manusiawi sang legenda dengan baik. Meski tidak secara verbal, cukup menyiratkan kepepakannya sebagai seorang manusia. Ini juga tak lepas dari dukungan para aktor papan atas Hollywood yang mendukung film tersebut, antara lain Colin Farrel, Angelina Jolie, Val Kilmer, dan Anthony Hopkins. Ya, sejarah memang mencatat jika Alexander The Greath adalah seorang homoseksual atau biseksual. Namun, menurut Lane, kebesaran hati Alexander justru telah membuatnya mampu mengatasi hasrat sexsualnya.

Stone dengan cermat mengupas segala kompleksitas persoalan hidup Alexander (diperankan Colin Farrel) dengan orang-orang terdekatnya. Mereka adalah sang bunda tercinta yang sekaligus dikutukinya, Olympias (Angelina Jolie), ayahnya, Raja Philip (Val Kilmer), Hepaisthion (Jared Leto), sahabat dan komandan perangnya, Roxane (Rosario Dawson), sang istri yang cantik dan ambisius, serta Ptolemy (Anthony Hopkins), jenderal kepercayaannya. Dan semua itu membuat penonton terpaku di tempat duduk sepanjang 150 menit masa putar. Dengan teknik sinematografi kelas tinggi sejumlah adegan menakjubkan hadir dalam film tersebut.

Misalnya adegan peperangan yang syutingnya melibatkan ratusan tentara Maroko dan Thailand yang juga menyediakan puluhan gajah untuk pembuatan adegan perang. (Benny Benke-63)

Tidak ada komentar: