Senin, 11 Februari 2008

Krakatau

Kamis, 02 September 2004. BUDAYA

Magma Krakatau yang Tetap Menganga

LUAR biasa. Mungkin hanya kata itulah yang patut kita sematkan kepada Krakatau Band dalam konser di Gedung Kesenian Jakarta (GKJ), semalam. Betapa tidak. Dengan mengusung musik jaz kontemporer yang berbasis pada warna musik tradisional karawitan Sunda, Jawa, dan Bali, grup band yang baru saja menggelar tur ke sepuluh kota di Amerika Serikat dan Kanada ini membuka mata dunia betapa musik kontemporer Indonesia dapat bersanding dengan musik internasional.

Pentas Krakatau semalam digelar dalam rangka memeriahkan Gedung Kesenian Jakarta International Festival VII-2004. Mereka tampil dengan formasi terkini, Dwiki Dharmawan (micro tuned keyboard), Pra B Dharma (slendro fretless bass), Ade Rudiana (kendang), Yoyon Darsono (terompet, suling, rebab), Zainnal Arifin (boning), Gery Herb (drum), dan Nyak Ina Raseuki / Ubiet (vokal).

Mereka benar-benar memukau penonton sehingga tidak syak ketika Krakatau yang dalam pergelaran kelilingnya di Amerika dan Kanada mendapat review positif dari Jazz Time Magazine dan Jazz On Line ini benar-benar menunjukkan tajinya sebagi salah sebuah grup jaz mapan Tanah Air. Maka tidak heran pula jika penonton yang memadati tempat duduk GKJ dengan penuh antusias, ketekunan, dan apresiasi menyimak setiap komposisi yang ditawarkan.

Simaklah ketika mereka menyuguhkan "Bubuka-Bancang Pakewuh", "Shufflendang", "Tugu Hegar", "Mystical Mist", "Bunga Tembaga", "Gendjring Party", dan "Uhang Jaeuh-Rhythm of Independence".

Menyihir Penonton

Dengan kemampuan teknis memainkan dan meracik komposisi musik pada taraf yang telah "rampung", mereka seolah menyihir penonton untuk tiada henti memberikan tepuk soraknya.
Apalagi ditingkahi dengan kemampuan olah vokal yang apik milik Nyak Ina Raseuki atau Ubiet, yang selama ini kita kenal sebagai salah seorang pengajar vokal di Akademi Fantasi Indosiar 2 dan 3.

Ya, Ubiet yang menembangkan "Sibur-Sibur", sebuah lagu berbahasa Melayu ini memang sengaja memamerkan kualitas lengkingan suaranya. Sungguh, Krakatau yang sebelumnya juga pernah tampil di Singapura, Malaysia, Jepang, China, Australia, Hungaria, Bulgaria, Sebia, Montonegro, Rumania, Republik Ceko, Republik Slovakia, dan Venezuela ini memang telah melangkah lebih jauh dibanding dengan grup jaz lainnya di Tanah Air.

Kendati ramuan yang dipadukan oleh Krakatau sebenarnya bukan sesuatu yang anyar dalam dunia musik yang memungkinkan akulturasi berbagai corak musik. "Krakatau hanya memadukan musik karawitan dan jaz. Dan membuka wacana baru tentang musik karawitan dalam perkembangan dunia musik modern," ujar Dwiki Dharmawan di atas panggung. Band mapan tersebut lagi-lagi menghantarkan komposisi yang membius telinga pendengarnya dengan komposisi jaz dalam balutan karawitan.

Ya, musik jaz di tangan Krakatau bukan semata menjadi sebuah komposisi yang gelap, privat, pelik dan segmented. Ia menjadi mudah untuk diapresiasi karena mengajak berinteraksi penikmatnya untuk, paling tidak, menghentakkan kakinya, meski sebenarnya musik yang ia tawarkan adalah magma jaz. (Benny Benke-81)

Tidak ada komentar: