Rabu, 13 Februari 2008

Red Poppy-The Magnificent Ladies Percussion

Senin, 21 Februari 2005. BUDAYA
Harmonisasi Perkusi China Klasik dan Modern
MASIH ingat 12 Girls Band? Kelompok musik yang beranggotakan 12 gadis belia dan mahir memainkan berbagai perangkat musik tradisional China. Keterampilan memadukan kemampuan musik tradisional dan modern membuat mereka keliling dunia, bahkan sempat mampir di Jakarta tahun lalu. Setali tiga uang dengan 12 Girls Band, Red Poppy-The Magnificent Ladies Percussion pun mengusung semangat musikalitas yang sama. Tidak ada yang membedakan modus sintaksis titian musik mereka. Hanya spesifikasi musik saja. Dengan memboyong aneka jenis perkusi tradisional China, Red Poppy yang beranggotakan tujuh gadis belia dari kota Beijing ini pun mengalkulturasikannya dengan irama musik modern. Tengoklah ketika mereka beraksi di Hailai International Executive Club, Ancol, Jakarta, baru-baru ini. Red Poppy, yang metode perekrutan anggotanya juga melalui berbagai tahapan audisi ratusan pemain perkusi berbakat di China ini, dengan jurus yang sama, berupaya mensintesa musik klasik China dan modern. Dan hasilnya, bebunyian perkusi yang identik dengan suara klotekan sampai dentuman, berkelindan dengan irama musik modern yang diputar secara minus one. Secara gagasan bermusik memang tidak ada yang baru dari Red Poppy. Bahkan, keberanian mengemas berbagai piranti perkusi yang kemudian dipadukan dengan musik modern pun sudah kerap dilakukan. Safrie Duo, sebuah duo pemain perkusi asal Denmark telah melakukan hal yang sama, bahkan dalam era-era sebelumnya, para pemain perkusi dari Brazil kerap memamerkan ketrampilan teknisnya dengan tidak kalah apiknya. Bahkan, dalam ranah permainan perkusi tanah Air, Inisisri yang baru saja pulang berkeliling dari negeri Belanda untuk mamerkan ketrampilan memainkan perkusi, dapat dikatakan selangkah lebih maju. Menjual. Tapi apa yang membuat Red Poppy yang sempat ditempa selama beberapa tahun secara profesional untuk mematangkan kemampuan teknisnya dapat laku dijual hingga ke berbagai belahan manca negara? Kemampuan menjual dan membujuk telinga pendengar untuk mendatangi dan membeli produk keseniannya adalah kunci utama. Simaklah ketika komposisi seperti "Flying Tiger Jumping Dragon", "Mountain Drums", "Titian ke Kampung Halaman", "Biji Pulm yang Tergelincir", "The Sea", "Angel", dan "A Sing Sing So" yang disulihkan ke dalam bahasa China. Yang terjadi adalah tak lebih dari bebunyian seperangkat perkusi yang berkesan hanya menjadi tempelan musik modern yang diputar secara minus one. Memang, Bond, Vanessa Mae dan 12 Girls Band, bahkan Maxim pun melakukan hal yang sama. Namun, dalam kasus Red Poppy, prosentasi dominasi permaian perkusi mereka sangat minoritas jika dibandingkan dengan musik modern yang diputar secara minus one. Pertunjukan mereka yang perdana di Jakarta atas prakarsa Buena Produktama ini adalah pertunjukannya yang ke-600 di dunia. Sebelumnya, Kanada, Amerika, Afrika Selatan, dan Korea juga telah mereka singgahi. Sebagai satu-satunya grup resmi perkusi dari China, Red Poppy menurut rencana akan berkeliling ke beberapa kota di Indonesia. ''Kami hanya ingin semakin memperkaya telinga pencinta musik Tanah Air dengan alternatif musik semacam ini,'' ujar Kahn dari Kahn Enterprise yang merencakan kembali memangungkan kembali Red Poppy di Jakarta 5 Maret mendatang. (Benny Benke-81)

Tidak ada komentar: