Rabu, 13 Februari 2008

Dewaruci dan Jabang Tetuko,

Senin, 25 April 2005. BUDAYA
Teater Wayang Gaya Ki Enthus
JIKA pertunjukan wayang kulit kehilangan daya tarik dan mulai ditinggalkan penontonnya, yang kali pertama harus disalahkan adalah dalangnya. Sebab, daya tarik wayang datang dari bagaimana dalang mengkreasikan karyanya. Kesimpulan itu nampaknya sangat dipahami Ki Enthus Susmono. Dalam pergelarannya di Anjungan Lampung, Taman Mini Indonesia Indah (TMII), Jakarta, akhir pekan lalu, dalang asal Tegal itu kembali membuktikan kepiawaiannya meramu lakon. Tampil dua malam berturut-turut, 21-22 April, dengan lakon Dewaruci dan Jabang Tetuko, Enthus lagi-lagi menyajikan ramuan baru pertunjukkan wayang. Dia me-mixing wayang kulit dengan wayang golek. Selain itu, dia juga memberi kebebasan kepada para pangrawit mengekpresikan kemampuan mereka dalam olah tari, vokal dan bermain sandiwara.
Maka, tak berlebihan bila pergelaran Ki Enthus kali ini disebut teater wayang. Betapa tidak, sebagaimana teater, wayang sebagai seni kolektif, di bawah Enthus, bukan saja meramu segala bidang seni (rupa, musik dan sastra), melainkan juga merangkum manajemen, psikologi, sejarah, filsafat dan sebagainya. Tiga unsur dasar pertunjukan wayang, yaitu sabetan (cara memainkan wayang), catur (cerita, dialog, dan monolog), serta karawitan (musik) diramu di luar kelaziman wayang tradisional. Karena itu, menyaksikan wayang Ki Enthus tak ubahnya menyaksikan berbagai seni pertunjukan yang dikemas dalam pagelaran one stop entertainment. Maka, tidak mengherankan jika ratusan penonton tetap bertahan di tempat duduknya hingga pergelaran berdurasi lebih dari 240 menit itu selesai. Cara memainkan wayang seperti ini tentu saja berisiko. Sebab, sangat dimungkinkan lakon yang disampaikannya terdistorsi. Apalagi dengan membiaskan antara lakon realis dan absurd. Sebab, dalam realisme, segala sesuatunya harus wajar sesuai realita. Sedangkan dalam absurdisme, segala seuatunya tidak masuk akal atau sama sekali tidak nyata. Namun, justru inilah yang membuat pertunjukan wayang Ki Enthus senantiasa dinanti penggemarnya. (Benny Benke-63).

Tidak ada komentar: