Rabu, 13 Februari 2008

Maksim

Rabu, 20 April 2005. BUDAYA
Musik Klasik Berparas Pop
KETIKA lampu mulai benderang secara perlahan, "Bohemian Rhapsody", komposisi legendaris milik grup Queen mulai mengalun secara lamban pula pada awalnya. Namun, ketika repertoar aransemen Freddy Mercury dan Tolga Kashif itu telah dirampungkan secara utuh oleh Maksim Mrvica bersama Twilite Orcestra, sekitar 3.500 penonton dibuat terpana. Betapa tidak. Setelah lebih dari sepuluh menit komposisi itu membius penonton, Maksim yang bertukar pandang dengan Addie MS sebagai conductor Twilite Orchestra, benar-benar menyudahinya secara klimaks. Tak syak, bergemalah lapangan Tennis Indoor Senayan Jakarta oleh tepuk sorak penonton yang musti rela merogoh sakunya sebesar Rp 240 ribu (tribun), Rp 400 ribu (VIP) dan Rp 600 ribu (VVIP). Penampilan laki-laki kelahiran Sibenik, Kroasia ini memang masih memesona, sebagaimana kehadirannya di Jakarta tahun lalu. Dia mengawali karier bermain musik sejak berumur sembilan tahun, di bawah bimbingan Professor Marija Sesko. Menginjak usia 11 tahun, pertunjukan konser perdananya; Haydn's Piano Concerto in C Major terselenggara. Bahkan, ketika perang pecah di Negeri Baltik, tidak menyurutkan keteguhan hatinya untuk terus mengasah kemampuan. "Satu-satunya yang dapat membuat saya menjalani hidup adalah piano," tutur peraih penghargaan The Nicolai Rubinstein International Piano Competition dan Pontoise Piano Competition, dalam temu wartawan di Kemang, Jakarta, sehari menjelang konser (18/4). Mulus. Dan benar saja. Dalam konser yang digagas oleh Java Musikindo ini, Maksim membuktikan ucapannya. Dengan menarikan jarinya di atas tuts piano, komposisi seperti "Piano Concerto No. 2 In C Minor" (Rachmaninov), "Kolibre", "Piano Concerto No.1 In B Flat Minor", "3 rd Movement", "Olympic Dream" dan berbagai komposisi lainnya yang terangkum dalam album The Piano Player (2003) dan Variation Par I & II (2004), mengalun dengan mulus. Musik Klasik yang cenderung identik dengan suasana solitude, personal dan membutuhkan apresiasi tersendiri dalam penikmatannya, di bawah ramuan Maksim menjadi sesuatu yang ringan, tidak berjarak, akrab dan jauh dari stigma kesakralan. "Saya hanya ingin mendekatkan musik klasik dengan ramuan pop," katanya. Dan harapannya tampaknya bersambut, dua albumnya yang beredar di Indonesia terjual 15.000 kopi. Sebagai ganjaran atas pencapaiannya, EMI Music Indonesia menghadiahkan Gold Award. (Benny Benke-81)

Tidak ada komentar: