Selasa, 05 Februari 2008

SM, Aceh

Suara Merdeka, Senin, 17 Januari 2005

BUDAYA
Tragedi Aceh, Tragedi Musik

TRAGEDI yang terjadi di Nanggroe Aceh Darussalam adalah bukan semata- mata tragedi kemanusiaan, namun juga tragedi dunia musik Tanah Air. Sujiwo Tejo mengutarakan hal itu ketika tampil dalam ''Dwi Pekan Kepekaan Seniman: Bangkit Aceh'' di Galeri Nasional Indonesia (GNI) Jakarta, Sabtu (15/1) malam. Tejo yang tampil bersama Etsotika Karmawibhangga itu juga menyerukan segala lapisan bangsa untuk menyelamatkan dunia permusikan di bumi Serambi Mekah tersebut. ''Karena musik tradisional di negeri kita berbeda dengan musik dari tradisi Barat,'' katanya. Musik Barat, menurut dia, hanya identik dengan satu perasaan. '' Ketika ia (musik Barat) bertutur tentang kesedihan, maka ia hanya menarasikan kesedihan belaka. Demikian pula ketika ia bertutur tentang keceriaan, maka ia hanya bertutur tentang keceriaan belaka''. Hal inilah yang membedakan dengan dunia permusikan tradisional di Indonesia. Karena musik tradisional di Tanah Air, menurut penyanyi yang juga dalang ini, memadukan berbagai unsur kemanusiaan dalam karyanya. ''Lebih tepatnya, musik tradisional Indonesia adalah campur aduk antara suasana kesedihan dan keceriaan,'' kata dia sebelum pada akhirnya mengalunkan tembang ''Anyam-Anyaman'' dan ''Titi Kala Mangsa'' yang ia comot dari album perdananya Suatu Ketika... Penampilan Tejo yang mendapat sambutan hangat dari ratusan penonton yang menyesak di selasar GNI menjadi lebih istimewa dengan dukungan Jocky Suryoprayogo yang lebih dikenal sebagai mantan personel God Bless dan Nanang HP, salah seorang dalang muda berbakat. Musikalisasi Sajak Sebelum menyudahi tampilannya, seniman yang bersiap meluncurkan album ketiganya Dewi Ruci ini, memusikalisasikan sajak ''Aku'' dan ''Derai-Derai Cemara'' karya Chairil Anwar, sembari berseru: ''Ketika setiap orang mulai menjauhi tanda dan mulai tidak peka, serta menjauhi kesenian, maka bersiap-siaplah kembali menyambut bencana''. Dalam acara itu, Jocky Suryoprayogo yang menyempatkan memberikan ''Refleksi Kebudayaan'' seputar Bencana Nasional yang terjadi di Aceh, Nias, dan sebagian wilayah Sumatera Utara menyoroti fokus permasalahan yang musti dilakukan. Pemerintah, menurutnya, masih kebingungan menata sebuah sistem manajemen bencana. ''Untuk itulah sebagai seniman, kita harus mengambil inisiatif untuk segera bergerak,'' kata Jocky yang bersama sejumlah tokoh Nasional seperti Jakob Oetama, Komarudin Hidayat, Indra J Piliang dan beberapa tokoh lainnya menandatangani Petisi tentang Korban Tsunami. Dan yang lebih penting, menurut Jocky, dari semua aksi yang harus dilakukan untuk segera menyembuhkan korban gempa dan badai tsunami adalah aspek pendidikan. Setelah menutup renunganya dengan tembang ''Burung Garudaku'', penampilan Jocky disambung tampilan Sanggar Matahari yang memusikalisasikan sajak ''Walau'' karya Sutardji Colzoum Bachri. Dan ''Tuhan, Kita Begitu Dekat'' karya Abdul Hadi WM; ''Tuhan kita begitu dekat/ Sebagi api dalam panas/ Tuhan kita begitu dekat/ Sebagai kapas dalam kainmu. (Benny Benke-81)

Tidak ada komentar: