Minggu, 10 Februari 2008

Jeihan

Rabu, 10 Maret 2004 . Budaya

Misteri dan Paradoks Jeihan


JEIHAN Sukmantoro, pelukis beraliran ekspresionis kelahiran Solo, 26 September 1938, tampaknya semakin mantap mengukuhkan namanya di ranah percaturan seni lukis di Tanah Air. Bertempat di Hotel Gran Melia, Kuningan, Jakarta, Senin (8/3) malam lalu, maestro seni lukis yang juga konseptor gerakan puisi mbeling era 1970-an itu menggelar pameran tunggal bertajuk ''Misteri dan Harmoni''. Dengan memajang puluhan karya terkininya yang masih bernarasi tentang sosok perempuan urban, perahu, laut, dan bunga matahari, jebolan Seni Rupa ITB dan anggota komite The World Art and Cultural Exchange Asociation New York itu masih mampu menghadirkan kemisteriusan melalui karya lukisnya.


''Dalam pandangan saya, hingga beberapa tahun ke belakang, karya Jeihan telah usai,'' terang Maman Noor, selaku kurator pameran yang dibuka oleh Menteri Kebudayaan dan Pariwisata, I Gede Ardika tersebut. ''Namun ternyata, penilaian saya keliru. Ada unsur kebaruan yang ditawarkan dalam karya terbarunya itu,'' imbuh salah satu kritikus seni rupa terkemuka tersebut, merujuk pada lukisan Jeihan tentang kapal dan ombak.


Menurut pengajar STSI Bandung itu, karya Jeihan berbeda dengan karya terdahulunya yang tersohor dengan sosok perempuan bermata hitam-nya.''Pada lukisan perahu dan ombak, brush stroke (sapuan kuas)-nya cenderung lebih liar, dengan membiarkan lelehan cat sebagai setting-nya. Itulah, yang membedakan dengan karya terdahulunya, yang dihasilkan dari sapuan yang halus dan tertata,'' ungkap Maman lebih teknis.

Sebuah Paradoks

Sementara itu Prof Jacob Sumardjo, budayawan yang dekat secara personal dengan kreatornya, menilai karya Jeihan mencerminkan sebuah paradoks dunia ambang. ''Sebagai seorang putra kelahiran Solo, yang dikenal dengan kesantunan dan simboliknya. Jeihan justru tampil dengan segala ketegasan dan kekakuan lewat garis-garis lukisannya. Itulah yang menghadirkan paradoks,'' terangnya.


Ya, Jeihan yang dikenal sebagai pelukis yang memiliki manajemen modern dan oleh karenanya memiliki perwakilan pemasaran karya di Amerika, Eropa, dan Australia, itu memang menghadirkan karya yang nomor wahid. "Sebenarnya, saya hanya membebaskan hati saya untuk berkarya, dengan menanggalkan kaidah-kaidah teknis,'' ujar Jeihan, memberikan kiat di balik proses kelahiran lukisannya.

''Pokoknya, bebaskan diri Anda dari belenggu-belenggu yang membuat Anda mandheg (berhenti) berkarya. Pokoknya melukislah; namun melukis yang dihasilkan dari proses kontemplasi yang dalam, tentu saja,'' imbuhnya berfilosofi. Memang, memahami misteri lukisan Jeihan -untuk kemudian menemukan harmoni di dalamnya- sungguh tidak semudah membaca teks yang dituturkan secara verbal. ''Kita harus mampu membaca sosok di balik kreasinya, the man behind the art-nya. Karena dengan demikian, niscaya kita dapat memahami karyanya,'' terang Maman Noor, sembari mencontohkan, untuk menikmati lagu ''Imagine''-nya John Lennon yang melodius, semakin pepak penikmatannya jika kita memahami liriknya.


Ya, meski tidak ada yang baru di bawah matahari, untuk karya Jeihan -yang pada malam pertama pameran beberapa "kemisteriusannya" telah laku terjual di atas kisaran ratusan juta rupiah per lukisan, ternyata masih menyajikan unsur kebaruan yang lain. Unsur itu, adalah kemisteriusan yang harmonis.(Benny Benke-41)

Tidak ada komentar: