Sabtu, 16 Februari 2008

Skenografi

Kamis, 13 Oktober 2005. BUDAYA
Skenografi, Menata Pameran Menjadi Lebih Hidup
Bagaimana caranya menata pameran dengan baik dan benar? Dalam seminar musiologi yang digelar di Museum Nasional Jakarta, kemarin hingga 22 Oktober, segala ikhwal yang berkenaan dengan penataan pameran atau skenografi dijabarkan dengan detail. Tengoklah berbagai karya skenografer dari Prancis seperti Roberto Ostinelli, Bruno Gaudin, Bernard Wauthier-Wurmser, dan beberapa nama lainnya. Skenografi yang melibatkan sinergisitas antara gambar, suara, teks, furnitur hingga pencahayaan sebagai media cerita dihadirkan menjadi sebuah satu kesatuan yang utuh. Keutuhan karya tersebut menghasilkan sebuah hasil cipta, karsa, dan karya yang estetis. ''Fungsi skenografi adalah mengekresikan sudut pandang sutradara pameran tentang latar belakang historis koleksinya,'' papar Pascal Hamon, Direktur Hubungan Internasional DMF (Direktorat Permuseuman Prancis- Kementerian Kebudayaan Prancis). Kurang Dikenal. Sebagai salah satu disiplin ilmu baru yang masih berkembang, keberadaan skenografi kurang begitu dikenal dalam masyarakat umum. Namun, dengan semakin marak dan kerapnya berbagai pameran yang menggunakan museum sebagai media pameran, keberadaan skenografer mau tidak mau menjadi sebuah kebutuhan yang tidak dapat dielakkan. ''Bagi para penata display, dialog sebuah karya yang dipamerkan dengan pengunjung sebagai penikmat memang sangat penting. Untuk menyuskseskan proses dialog dua arah antara karya dan penikmat inilah, seorang skenografer dibutuhkan keberadaannya,'' ujar Roland May, Kepala Departemen Konservasi Preventif Pusat Penelitian dan Restorasi Departemen Permuseuman Prancis. Dengan adanya ilmu skenografi, sebuah pameran menjadi lebih berkualitas untuk memberikan alur cerita kepada pengunjung. Sehingga pameran tidak terkesan kaku, hening, dan membosankan. Dengan alasan inilah, DMF dan AFFA (Asosiasi Prancis bidang Artistik) dan Paris Musse menampilkan berbagai seleksi pameran mereka. Pameran yang digagas oleh Centre Culture Francais (CCF) atau pusat kebudayaan Prancis di Indonesia ini, selain digelar di Jakarta, juka akan dikelilingkan di Bandung, Surabaya, dan Yogyakarta. (Benny Benke, Novita Rizky Pane-45)

Tidak ada komentar: