Sabtu, 16 Februari 2008

"Ariel dan Raja Langit"

Senin, 01 Agustus 2005. BUDAYA
"Ariel dan Raja Langit"
Dongeng Bijak Kanak-kanak

DARI manakah nilai-nilai kebijakan semestinya bermula? Dari masa kanak-kanak jawabnya. Demikianlah yang diyakini oleh salah seorang sutradara muda Tanah Air, Harry Dagoe Suharyadi. Lewat film drama musikal anak-anak yang penuh dengan nasihat kebijakan dan kebajikan berjudul Ariel dan Raja Langit, Harry tampaknya memang mengemban misi mulia. "Saya hanya ingin menyajikan kepada anak-anak bagaimana semestinya berpikir dan bertindak sesuai dengan nilai-nilai moral," ujar sutradara yang film pendeknya, Happy Ending, pernah terpilih sebagai Outstanding Short Film pada The 1st International Pusan Film Festival Korea 1996. Dengan menanamkan nilai-nilai kebajikan sejak dini, Harry berharap film berdurasi 111 menit yang ber-genre drama musikal yang dipadukan dengan sedikit horor suspense ini dapat mengena sasaran. Film yang diperkuat Cornelia Agatha (Mama Ariel), Indy Barenz (Ibu Naga), Donna Harun (Mama Galang), dan Dik Doank sebaga cameo (peran selintas) ini, secara penceritaan berjalan secara hitam putih.Hal ini menjadi maklum. Digarap Sendiri. Dengan mengemban semangat kebijakan akan mengalahkan kebatilan sebagai rumusan klasik dan klise bagi dunia anak, Ariel dan Raja Langit tetap menyimpan "sesuatu". "Sesuatu itu yang saya sajikan itu tentang value (nilai) penting rasa tanggung jawab, setia kawan, tolong menolong, toleransi, serta pentingnya rajin belajar sejak dini," imbuh sutradara Pachinko and Everyone's Happy ini. Film yang keseluruhan penggarapannya mulai dari skenario, kameraman, editing, directing, hingga pembiayaannya diproduseri sendiri oleh Harry ini, menggunakan empat setting penting. "Tempat pembuangan sampah Bantar Gebang di Bekasi, Bandung, dan Pulau Kotok di Kepulauan Seribu". Ada beberapa hal yang membuat film ini menarik bagi anak-anak selain tuntunan pen-tingnya nilai-nilai kebajikan. Akting para pelakon anaknya berjalan dengan kewajaran, naturan, tanpa terlihat dibuat-buat. Sehingga dengan demikian seperti melihat anak-anak dengan dunianya: kenakalan, keiseng-an, konflik, dan kelucuannya. (Benny Benke-45)

Tidak ada komentar: