Sabtu, 16 Februari 2008

CP Biennale 2005

Selasa, 30 Agustus 2005. BUDAYA
CP Biennale 2005
Gambaran Fungsi Sosial Seni Rupa

JAKARTA-Sempat mencuri perhatian masyarakat seni dunia pada penyelenggaraan pertamanya pada 2003 lalu, CP Biennale kedua digulirkan tahun ini. Jika pada September 2003, Biennale atau agenda seni dua tahunan itu mengusung tema "Interpelation", pada 2005 ini tema "Urban/Culture" menjadi pilihannya. Agenda seni kontemporer bergengsi yang oleh harian berpengaruh Amerika Serikat The New York Times ditulis sebagai ''A Biennale that puts Indonesia on the map '' ini boleh jadi akan semakin mencatatkan nama Indonesia dalam peta seni dunia. Betapa tidak, dengan melibatkan 18 peserta dari luar negeri dan 52 peserta dari Indonesia, Biennale kali ini akan menjadi perhelatan seni kontemporer yang benar-benar berkualitas dan menyenangkan. Peserta dari mancanegara yang terdiri atas dua grup arsitek, dua fotografer, 14 perupa/pelukis sedangkan dari Indonesia terdiri atas 20 perupa/pelukis/kartunis, 16 kelompok perupa dan komunitas, tiga kelompok arsitek yang bekerja sama dengan perupa, enam arsitek/grup arsitek, empat fotografer/kelompok fotografer, dan tiga kelompok perancang grafis. ''Penyelenggaraan tahun ini kami rancang juga untuk memperingati ulang tahun ke-60 RI dan peringatan 50 tahun Konfrensi Asia Afrika,'' ujar Jim Supangkat, Ketua Dewan Kurator, di Jakarta, kemarin. Menurut Jim, kegiatan yang akan dipusatkan di Museum Bank Indonesia, Jakarta Kota 5 September-5 Oktober 2005 ini secara kurasi bertujuan menampilkan gambaran lebih jelas tentang fungsi sosial seni rupa, khususnya di Tanah Air. ''Tema Urban/Culture menyodorkan persoalan yang punya berbagai dimensi, yaitu masalah perkembangan dan kemajuan, masalah sosial, ekonomi dan politik, dan juga masalah sejarah,'' katanya. Masyarakat Urban. Dalam perkembangan seni rupa Indonesia, menurut Jim, tercatat arus besar kecenderungan yang mengangkat masalah sosial. ''Apabila diamati dengan cermat sebagian besar masalah sosial yang diangkat adalah persoalan yang muncul di kota-kota besar. Hal ini terlihat dengan sangat banyaknya pameran yang mempersoalkan masalah masyarakat urban'', imbuh dia. CP Biennale 2005 dibiayai secara kolektif oleh CP Foundation dan lembaga-lembaga internasional. Selain dana CP Foundation dan UBS sebagai donatur tetap CP Foundation, dana didapat dari lembaga-lembaga internasional yang biasa mendanai pameran-pameran internasional yang tidak komersial. Di antaranya Prince Claus Fund dari Belanda, Asian Cultural Council Rockefeller Foundation, New York, The Japan Foundation Tokyo, dan Goethe Institute. ''Sementara itu lembaga-lembaga seperti National Art Council Singapura dan Erasmus Huis membiayai kesertaan perupa dan pembicara seminar dari negara masing-masing,'' ujar Naning Bambang Sugeng selaku manajer produksi. Sedangkan seminar dengan tema Urban Reflection yang menyertai CP Biennale 2005 akan diselenggarakan pada 6 September 2005 dan membahas berbagai dimensi persoalan masyarakat urban. Acara pembukaan itu sendiri akan dibuka oleh Gubernur Bank Indonesia Burhanuddin Abdullah. (G20-45)

Tidak ada komentar: