Sabtu, 16 Februari 2008

Putu

Kamis, 06 Oktober 2005. BUDAYA
Konsep Teater Tanpa Naskah

TEATER Mandiri didirikan Putu Wijaya pada 1971. Nama teater itu diambil dari istilah kemandirian yang berasal dari bahasa Jawa dan dipopulerkan oleh Profesor Djojodigoeno, dosen Sosiologi UGM Yogyakarta sebagai pengertian dari independence. Pada awalnya, Teater Mandiri mengisi acara sandiwara TVRI, yang saat itu sebagai satu-satunya stasiun teve di Indonesia, menampilkan lakon Orang-orang Mandiri. Selanjutnya, mereka menggarap dua lakon, Aduh dan Kasak Kusuk. Namun, keduanya tidak pernah disiarkan karena dianggap tidak mendukung politik pemerintah saat itu. Tahun 1974, kelompok teater ini mulai menggelar pentas di Taman Ismail Marzuki (TIM) Jakarta. Kali pertama menampilkan lakon Aduh dan Anu. Tahun 1975, kelompok ini merintis sebuah konsep tontonan tanpa naskah, dimulai dengan 3 pagelaran, yakni Lho, Entah dan Nol. Konsep tontonan tanpa naskah ini didominasi oleh musik dan imaji-imaji visual di sepanjang pertunjukan. Konsep ini memunculkan Teater Mandiri sebagai kelompok teater yang berbeda dari kebanyakan kelompok teater yang ada di Indonesia. Namun, mereka juga tetap mementaskan pertunjukan yang menggunakan naskah, antara lain Hum-Pim-Pah, Dor, Edan, Blong, Los, Gerr, Aum, Tai, Front serta Aib dan Wah. Tahun 1990, Teater Mandiri mewakili Indonesia berkeliling ke 4 kota di Amerika Serikat, Connecticut, New York, Seattle dan Los Angeles dengan konsep teater tanpa naskah. Mereka hanya menampilkan bayangan dan layar raksasa dengan judul Yel,. Konsep yang sama juga dilakukan untuk lakon Bor yang dipentaskan di Brunei Darussalam. Dengan idiom layar dan bayangan ini, Teater Mandiri juga mementaskan The Coffin is Too Big for the Hole karya Kuo Pao Kun (Singapura) di Festival Teater Asia 2000 di Tokyo, Jepang. (Benny Benke-43)

Tidak ada komentar: