Sabtu, 16 Februari 2008

Koil

Rabu, 10 Agustus 2005. BUDAYA
Koil, Pionir dan Arsitek Underground


Aku adalah arsitek/Aku adalah pionir/Bahkan orang buta pun sadar/Aku hanyalah pembual//Tanpa rasa/Tanpa raga/Surga di hati/Terbawa mati//Ikuti rasa/Jejaki halusinasi//Aku adalah arsitek/Merekonstruksi tubuhmu/Bahkan membaptis kesadaran/Menjadikanmu diriku.
TEMBANG hits bertajuk "Mendekati Surga" yang dilantunkan JA Verdianto alias Otong, vokalis Koil Band, di-medley-kan oleh ratusan penggila musik underground. Nomor itu berkumandang di tengah himpitan ribuan penikmat A Mild Live Soundrenaline 2005 di siang terik yang menyengat di Lapangan Brigif XV Kujang II, Cimahi, baru-baru ini. Dalam rangkaian Soundrenaline 2005, keberadaan Koil yang mengusung semiindustrial rock terbilang istimewa. Betapa tidak, di tengah ingar bingar geliat musik beraliran easy listening yang akrab dan ramah dengan selera pasar, Koil tetap setia dengan aliran musiknya: underground. Bahkan grup bentukan 1994 yang diawaki Otong (vokal), Doniantoro (gitar), Imo (gitar), dan Leon Ray Legoh (drum) ini tetap bertahan dengan idealismenya ketika band papan atas seperti Sheila on 7, Peterpan, sampai Superman is Dead dengan cepat mengorbitkan namanya. "Bagi kami, musik bukan hanya masalah laku dan beken," tutur Otong yang aksi panggungnya mengingatkan pada sosok Marilyn Manson. "Lebih dari itu, musik adalah kebebasan dan kepuasan perasaan mengekpresikan kehidupan". Pilihan Koil, yang menurut majalah Time Asia edisi 23 Juni 2003/Vol 161 No 24 disebut sebagai one of Indonesia's biggest underground bands ini, tampaknya berbanding lurus dengan apresiasi pencinta underground Tanah Air. Tengoklah penjualan album Megaloblast Black (2003) yang laku 50.000 kopi. Untuk ukuran band underground, angka tersebut tidaklah mengecewakan. Apalagi Koil mengedarkan kasetnya di bawah bendera indie label yang sangat tidak sebanding jangkauan pemasarannya dibanding dengan major lebel seperti Sony-BMG, Universal, EMI, atau Warner. "Meski sebenarnya untuk ukuran penduduk Indonesia yang mencapai 210 juta, angka itu sangat kecil," ujar Bens Leo, salah seorang pengamat musik Tanah Air. Menurut dia, raihan angka penjualan kaset Koil seharusnya dapat lebih tinggi jika band yang juga menggunakan perangkat komputer sebagai pengembangan musik techno ini, memperbanyak frekwensi pentasnya. "Secara showmanship tampilan mereka di atas panggung apik. Dan kedua, musik mereka masih bisa dinikmati karena tidak terlalu hardcore. Bahkan, dilihat dari sisi seni, Koil bagus". Bens juga menilai, sebagai pelopor musik underground indie, batasan musikalitas Koil terkadang kurang jelas. "Musik underground sebenarnya hanya bagian dari musik rock seperti metal, trash hingga hardcore. Hanya beat-nya saja yang membedakan." "Lirik, musik, dan hidup kami memang dibangun dari satu kerumitan ke kerumitan lainnya. Kami tidak peduli dengan popularitas. Kami hanya peduli dengan kreativitas," jelas Otong, jebolan ITB dan ITENAS ini. Sebagai pionir underground yang masih mempunyai idealisme untuk bertahan di jalur indie, keberadaan Koil telah mencatatkan namanya dalam khazanah musik Indonesia, meski pasar tidak bersahabat dengannya. (Benny Benke-45)

Tidak ada komentar: