Jumat, 08 Februari 2008

Suluk Air Slamet Gundono


Senin, 13 Nopember 2006. BUDAYA

Suluk Air Slamet Gundono

JAKARTA-Air sebagaimana udara, tanah, dan cahaya matahari adalah salah satu unsur kehidupan yang memegang peranan sangat penting bagi umat manusia. Di tangan Slamet Gunduno, dalang Komunitas Wayang Suket yang bermarkas di Mojosongo, Solo, air kembali dihadirkan dalam bentuk sebuah suluk yang menarik, yaitu Suluk Air 2. Dengan menghadirkan wayang air dan memaksimalkan medium air untuk mengisahkan pengusiran Dewi Gangga dari kayangan, dia lagi-lagi berhasil membuat ratusan penonton yang menghadiri pembukaan Jakarta International Puppetry Festival (JIPF) 2006 terpesona. Selama lebih dari 90 menit bersama pendukung yang pernah mementaskan lakon serupa di Taman Ismail Marzuki (TIM), wayang air menjelma menjadi sebuah reportoar yang menghanyutkan. Sebagai pembuka festival wayang internasional yang digelar 10-18 November di Taman Fatahilah Museum Wayang Jakarta itu, Slamet bersama wakil Indonesia lainnya, Wayang Kampung Sebelah, menjadi pusat perhatian. Penonton terkesima meski sebagian besar tidak mengerti bahasa tutur lakon Suluk Air 2, teristimewa penonton dari mancanegara, karena Slamet bertutur dengan bahasa Jawa dialog Tegalan. Hampir semua pengisahan diwakilkan lewat bahasa gerak tarian dengan mengeksplorasi air, sehingga paling tidak estetika gerakan para pelakonnya menghadirkan sensasi tersendiri. Lihatlah ketika dua perempuan melakukan gerakan teatrikal saling memandikan di bathtub yang penuh air. Dengan saling memercikkan, mencipratkan, dan mengguyur, cipratan air yang ditimpa tata cahaya menghasilkan bahasa gambar yang estetis. Dalam nuansa festival berkelas internasional seperti ini, cerita seolah menjadi tidak penting lagi. Bahasa gambar yang dihasilkan dari gerak tari plus dukungan musik orisinal dari tembang-tembang yang dinyanyikan langsung, menjadi lebih utama. Slamet Gundono menyajikan tembang-tembang itu bersama Waluyo, Dwi Prito, Sutris, Iwan Dato', Ni Kadek Yulia, Indah Panca, Alfira O'Sullivan, dan Yusdi menjadi lebih utama.

Seni Kontemporer

Jakarta International Puppetry Festival (JIPF) digagas Komunitas Teater Utan Kayu, sebuah lembaga nirlaba yang didirikan oleh Goenawan Mohamad, untuk mempromosikan keunggulan seni kontemporer Indonesia . Selain dua penampil dari Solo, akan tampil kelompok wayang lain dari Indonesia, yaitu Boneka Punakawan dan Cudamani/ Wayang Listrik. Sedangkan dari mancanegara akan tampil Wilde & Vogel, Papier Theater (Jerman), Damiet Van Dalsum (Belanda), dan Shovanna Phum (Kamboja). Pada penutupan yang akan dipusatkan di halaman Teater Utan Kayu, Jakarta Timur, akan tampil Pusaka and Kumpulan Wayang Kulit Baju Merah dari Malaysia. Selain di kedua tempat tersebut, festival yang didukung Pemprov DKI Jakarta itu, juga akan digelar di Gedung Kesenian Jakarta (GKJ) dan Goethe Institut. Festival itu juga menyelenggarakan lokakarya oleh kelompok Figurentheater Wilde & Vogel dari Jerman. Bekerja sama dengan Forum Apresiasi Seni Pertunjukan (ASP) pimpinan Ratna Riantiarno akan diadakan pentas khusus bagi pelajar SMA Jakarta. Dalam catatan panitia, Indonesia menempati posisi khusus di dunia pewayangan dan terkenal sebagai pusat teater pewayangan tradisional. Badan dunia UNESCO bahkan menetapkan teater seni wayang Indonesia sebagai salah satu ''Masterpiece Warisan Oral dan Abstrak Kemanusiaan'' (Masterpieces of Oral and Intangible Heritage of Humanity) pada tahun 2003. (Benny Benke-45)

Tidak ada komentar: