Jumat, 08 Februari 2008

Kepulauan Seribu



Kepulauan Seribu
Eksotika, Serenity dan Solitude।

Jika Anda berkeinginan memanjakan diri dengan eksotika pemandangan alam yang melenakan। Mencari serenity dan solitude di pelukan alam. Dan merehatkan kepenatan dari segala rutinitas kota yang menyesakkan. Datanglah ke Kepulauan Seribu; The most beautifull archipelago's on the earth. Ya, tidak berlebihan menyematkan Yang Paling Ayu bagi Kepulauan yang memiliki 110 pulau, dengan total luas 864,59 Ha, dan luas lautan 6।997.50 km2 atau 11 kali wilayah DKI Jakarta ini. Betapa tidak। Dengan spesifikasi tiap pulau yang berbeda dan menyimpan ciri khas keindahannya masing-masing, Anda nyaris tidak bisa membedakan daya pikat antara satu pulau dengan pulau yang lain. Karena saking apiknya. Dan ikhwal inilah yang membuat orang berduit di Jakarta menggunakan pulau di kepulauan seribu untuk keperluan pribadinya। Nama-nama seperti Tommy Winata, Probo Sutedjo, Benny Sumampouw, Surya Paloh, dan Hansen adalah pengguna pulau-pulau untuk keperluan pribadi. Namun, sebagaimana kisah klise pengelolaan sumber daya alam di Indonesia, kekayaan dan keuntungan alam nan elok ini tidak membuat pihak terkait, mampu memanfaatkan daya jual Kepulauan Seribu dengan सेपतुत्न्य।''Terlalu banyak kendala pengadaan infrastruktur untuk memaksimalkan keberadaan Kepulauan Seribu,'' ujar Djoko Ramadhan, Bupati Administratif Kepulauan Seribu। Dan lewat Orientasi Wartawan Dalam Mengenal Pulau-Pulau Kecil; Potensi dan Problematikanya, Jum'at-Minggu (15-17/7) lalu, di Kepulauan Seribu Jakarta inilah, saya berkesempatan mengunjungi beberapa pulau di Kepulauan nan permai tersebut.
Dengan menumpang Kapal Motor Cepat Praja Bahari Utama I, yang bertolak dari Dermaga 20, Pantai Marina Ancol, Jakarta, kami menyongsong P। Pramuka. Setelah menempuh jarak sekitar 70 km atau 1.5 jam, sampailah kami di pulau yang difungsikan sebagai pusat administrasi Kepulauan Seribu. ''Sebelum tahun 1973 nama pulau ini adalah Pulau Elang। Tapi, sejak Abdul Gafur mengunjungi pulau ini, nama pulau berubah menjadi Pulau Pramuka,'' terang Samiun, mantan Lurah P. Pramuka. Di pulau inilah pemerintahan Kepulauan Seribu, yang terdiri dari 2 Kecamatan, 6 Kelurahan, 24 RW, dan 119 RT dijalankan। Dan dengan hanya mempunyai jumlah penduduk 20।375 jiwa dengan ciri masyarakat pesisir yang menekuni mata pencaharian menjadi nelayan. Hampir dapat dipastikan aktifitas penduduk adalah melaut. Dengan demikian ketergantungan terhadap alam pun sangatlah tinggi. ''Masyarakat pulau cenderung hanya mengetahui terminologi kata memanen (saja), dan tidak mengenal kata menanam apalagi memelihara sebagai masyarakat petani di darat,'' keluh Sumarto, Kepala Balai Taman Nasional Kepulauan Seribu। Keprihatian Sumarto berserta jajarannya yang bergiat dalam Pembinaan dan Peningkatan Usaha Konservasi di Dalam dan di Luar Kawasan Hutan sangat beralasan। Bayangkan. Dengan kekayaan sumberdaya laut yang tinggi dengan keanekaragaman jenis ekosistem yang unik, kelestarian Kepulauan Seribu selayaknya di jaga, dipelihara, dan membuahkan keuntungan yang besar. Namun, sebagaimana kita maklumi bersama, kepedulian nelayan Kepulauan Seribu untuk menjaga apalagi memelihara ekosistem laut sangatlah rendah। ''Memang tidak fair jika kita mengkomparasikannya dengan kepedulian nelayan Jepang misalnya,'' imbuh Sumarto. Menurut dia, keberadaan beberapa ikan laut seperti ikan Napoleon yang elok sudah sangat sulit ditemui। Akibatnya keberadaan ikan Bulu Babi yang merupakan makanan utama ikan Napoleon menjadi menggila. ''Ketidakseimbangan ekosistem inilah yang membuat kami tetap waspada menjaga ekosistem. Salah satunya dengan menangkarkan Penyu Sisik (Eretmochelys Imbricata) yang nyaris punah''.

Tour de इस्लंद

Secara spesifik peruntukan Kepulauan Seribu yang dimukimi hanya 11 pulau, untuk rekreasi dan pariwisata 45 pulau, PHU penghijauan 26 pulau, cagar alam 17 pulau, cagar budaya 3 pulau, PHB peruntukan khusus 4 pulau, dan yang tenggelam 4 pulau. Diantara 110 pulau itu, P। Tidung adalah yang terluas (50,13 Ha) dan pulau pemukiman terkecil adalah P. Kelapa Dua (1,9 Ha). Sedangkan menurut catatan, P. Panggang, yang bersemuka dengan P. Pramuka adalah pulau terpadat kedua di Dunia setelah sebuah pulau di Nusa Tenggara, dengan jumlah penduduk 400 jiwa/Ha, kemudian P. Kelapa dan P.Harapan (350 jiwa/Ha). Dengan transportasi andalan ojek perahu yang dengan setia mengantar dan melancarkan lalulintas antarpenduduk pulau, kami melakukan aktifitas kelautan। Di perairan P. China yang kemudian berubah nama menjadi P. Karya inilah, kami melakukan snorkelling menikmati pesona coral, karang laut dan tentu saja eloknya neka warna ikan hias (ornamental fish). Dam ketika Matahari telah pulang keharibaannya, kami kembali ke base camp; P. Pramuka. Keesokan harinya, didampingi para diver, penyelam dari awak Taman Nasional Laut Kepulauan Seribu (TNKpS), tour de island dimulai. Setelah mampir di P। Panggang nan padat, yang konon dulu tempat para tahanan PKI di bunuh (atau dipanggang), kami melaju dengan Kapal Motor Cepat ke P.Bidadari. Atau yang lebih dikenal oleh wisatawan mancanegara dengan nama Princess Island. Di pulai milik Tommy Winata inilah kemewahan wisata kelas menengah ke atas disajikan। Selain terdapat cottage dengan tarif dollar, di sini berbagai aquarium raksasa yang berisi ikan laut dipamerkan. Dan hebatnya, disini juga terdapat semacam seaworld atau dunia bawah laut, sebagaimana yang terdapat di Ancol. Bahkan lebih hebat dari Ancol, aqurium raksasa di P। Bidadari benar-benar tertanam di dasar tepi laut, lengkap dengan berbagai ikan tangkarannya. Dari Hiu, Pari sampai bunga karang hidup. Dari P। Bidadari yang biasanya sesak huniannya oleh orang kaya Jakarta di akhir pekan, kami menyusuri jajaran barisan Kepulauan Seribu. Di salah sebuah pulau yang terkenal karena keindahan karang laut dan aneka ikan hiasnya, lagi-lagi kami melakukan snorkelling. Puas bersnorkelling kami berpindah ke P। Kotok. Di pulau tempat penangkaran Elang Bondol inilah, kesenyapan sebuah pulau benar-benar tersajikan. Memang, tidak ada jalan raya di setiap pulau di Kepulauan Seribu, bahkan motor pun hanya satu dua. Namun, di P. Kotok, serenity dan solitude benar-benar hadir dan nyata. Yang tampak hanya aktifitas para ekspatriat yang bekerja di Jakarta sedang menyelesaikan bacaan mereka di depan cottage masing-masing। ''Biasanya para ekspatriat membawa berbuku-buku novel dan beberapa minuman untuk menemani kesendirian berakhir pekan mereka,'' terang Asep Wahyu Hidayat, Sales Executive Alam Kotok. Dengan menerapkan konsep back to nature, setiap cottage di P। Kotok tidak menyediakan TV, apalagi live music di barnya. Dan rimbunan aneka tumbuhan pulau pun dibiarkan liar mengesankan hutan lindung. Di sini ketakziman menjadi jualan utama. Hiruk pikuk menjadi fosil. Dan dernyit nyanyian pohonan, kecipak deburan ombak serta cicit burung menjadi simponi alam. Di Kepulauan Seribu, eksotika, serenity dan solitude berkecenderungan menentramkan asa, memudahkan kita untuk menajamkan hati, dan membesarkan prasangka baik; bahwa alam adalah guru segalanya. (Benny Benke).


Tidak ada komentar: