Jumat, 08 Februari 2008

Joser Rizal Manua

Sabtu, 05 Mei 2007. BUDAYA

Teater Itu Kini

SEBUT nama Jose Rizal Manua di antara sepinya orbit penggerak kesenian di Jakarta, teristimewa panggung teater. Maka, hampir dapat dipastikan semua orang akan "menundukkan kepala" kepada ayah lima anak kelahiran Padang, 14 September 1954, ini. Sebagai sastrawan, deklamator, teaterwan, dan penggerak sekaligus pendiri teater anak-anak Teater Tanah Air (TTA), kiprah suami Nunum Raraswati ini seolah tidak "pernah ada matinya". Pada 2004 bersama TTA dia meraih The Best Performance dan mendapat medali emas di The Asia Pacific Festival of Children Theatre 2004 yang diadakan di Toyama, Jepang, dengan lakon Bumi Ada di Tangan Anak-anak karya Danarto. Kemudian, masih dengan TTA, dia kembali meraih 19 medali emas di seluruh kategori pada Festival Teater Anak-anak Dunia Ke-9 yang diadakan di Lingen, Jerman, dengan lakon berjudul Wow karya Putu Wijaya. Sentuhannya, teristimewa sebagai sutradara teater, seakan terus mewarnai bahkan mengharumkan jagat perteateran Indonesia. Bahkan dalam waktu dekat ini, lakon Abang Thamrin dari Betawi karya almarhum Asrul Sani, bakal kembali mendapat sentuhannya. Lakon yang pernah menjadi pembicaraan 20 tahun lalu tersebut memang bukan lakon sembarangan. Sehingga tidak berlebihan jika Sarjana Seni dari Fakultas Teater, Institut Kesenian Jakarta (1986) itu, berpikir keras untuk mengulang kesuksesan yang pernah diraih 20 tahun silam. "Dengan memahami dan menganalisis tokoh Husni Thamrin, dengan cara memahami masa lalu dan masa kini, lakon ini pasti akan dapat menjadi sebuah pertunjukan yang menarik," katanya merumuskan penyutradaraannya ketika dipercaya Sanggar Pelakon pimpinan Mutiara Sani menjadi sutradara. Bagi ayah Shakti Harimurti, Sanca Khatulistiwa, Nuansa Ayu Jawadwipa, Nusa Kalimasada, dan Niken Flora Rinjani, teater itu kini dan di sini. "Jadi saya akan membungkus lakon masterpice H Asrul Sani ini dalam nuansa kekinian". Sebelumnya, Jose yang juga pernah turut berlakon dalam film Oeroeg juga terhitung sukses membesut lakon Mahkamah karya Asrul Sani, belum lama ini. Jose pernah bergabung dengan Teater Mandiri pimpinan Putu Wijaya sejak 1975, kemudian Bengkel Teater Rendra pada 1977, serta turut ngangsu kawruh di Teater Kecil Arifin C Noor dan Teater Populer Teguh Karya. Dia juga pernah "mencuri ilmu" kala bergabung dengan teater pimpinan Remy Sylado. Dengan pengalaman panjangnya seperti itu, rasanya kita tidak perlu terlalu khawatir dengan cara seperti apa dia menyajikan ramuannya. "Setiap sutradara mempunyai warnya sendiri dan jika ingin warna saya, tonton lakon ini 8 dan 9 Juni di TIM," tukas Jose yang meyakini prinsip hidup merenung seperti gunung, bergerak seperti ombak. (Benny Benke-45)

Tidak ada komentar: