Senin, 03 Maret 2008

Self-Portrait and Other Poetic Reflection,

Senin, 05 Juni 2006 . BUDAYA
Sajak yang Menggelisahkan
''I'M a girl with a story to tell/Born in heaven/Raised in hell.''
Bait pembuka sajak ''Self Portrait'' itu karya gadis berusia 18 tahun, siswa kelas III SMU Tarakanita, Jakarta. Akhir pekan lalu, Amira Woworuntu, begitulah nama gadis itu, meluncurkan buku kumpulan puisi Self-Portrait and Other Poetic Reflection, di Perpustakaan Pendidikan Nasional, Jalan Sudirman, Senayan, Jakarta. Cucu Fuad Hasan, Menteri Pendidikan dan Kebudayaan era Soeharto, itu memperkenalkan 63 sajak kepada publik.
Maman S Mahayana, dosen Fakultas Ilmu Budaya Universitas Indonesia, menyatakan sajak-sajak dalam bahasa Inggris itu menunjukkan kedalaman isi. ''Berbeda dari penulis remaja yang cenderung menulis novel teenlit, Amira menulis puisi dengan tingkat kontemplasi lebih dalam.'' Vira Basuki, penulis novel, juga menyatakan kekaguman. ''Saya semula tak percaya sajak-sajak itu karya seorang remaja. Sajak dengan kematangan perenungan itu sedemikian memesona. Cantik,'' ujar dia, sebelum membacakan sajak Amira berjudul "All My Dreams are Waking Up". Apa kata Amira? Gadis yang menghabiskan masa kecil di Boston, Massachusset, AS, dan Perth, Australia, itu mengatakan, ''Saya tak tahu apakah karya itu matang atau tidak. Saya cuma menulis apa yang saya rasakan. Tidak lebih.'' Dia menuturkan merasa amat tertekan hidup dalam lingkungan keluarga besar yang sangat menjunjung intelektualitas dan kemandirian. ''Karena itulah saya menulis sajak yang mengisahkan sisi gelap dunia remaja. Tentang hubungan orang tua-anak yang timpang dengan segala kemarahan.'' Keprihatinan . Melani Budianta memuji kedalaman isi sajak-sajak yang diterbitkan Kata Penerbit itu. Apalagi Amira piawai memilah birama dan diksi secara tepat. ''Beneath your poems, rhymes and rhythm tick perfectly,'' ujarnya. Dia menuturkan sajak ''Destinies Destroyer'', misalnya, memperlihatkan keprihatinan sang penyair. Tersurat secara jelas pula betapa gelap kondisi sosial yang terlihat di matanya. ''Sebenarnya kegelisahan dalam buku puisi itu kental nuansa protes remaja kebanyakan,'' ujar Fuad Hasan ketika memberikan sambutan. ''Namun karena diutarakan dengan keras, keluarga besar kami gelisah.'' Hadirin menyambut ucapan itu dengan gelak tawa. Sementara itu, Amira menyatakan akan menyumbangkan semua keuntungan penjualan buku itu untuk korban gempa di Yogyakarta dan Jawa Tengah. (Benny Benke-53)

Tidak ada komentar: