Selasa, 19 Februari 2008

''Surat Kepada Setan''

Sabtu, 12 Nopember 2005. BUDAYA
Surat Putu kepada Setan
''Setan yang baik hati. Di mana pun kini kau berada, aku menyampaikan salam hormat dan cinta/Mari akhiri permusuhan, bergotong-royong menggarap kesempatan demi masa depan mapan anak-cucu kita seratus keturunan/Selama kita saling dengki dan curiga mencurigai, hasilnya akan kurang mamadai /Masa lalu yang tidak produktif harus diakhiri/Mulai detik ini, kita bahu-membahu dalam satu barisan yang padu/Semua laba kita bagi rata/Kalau perlu kau sembilan puluh persen, aku sisanya/Aku tunggu balasanmu secepatnya, Setan!''

JAKARTA-Monolog Putu Wijaya yang ditujukan kepada setan itu, dinarasikan dengan irama yang datar, santun, namun penuh kedalaman parodi yang menggelitik. Selanjutnya, Putu Wijaya yang dikenal sebagai sutradara, sastrawan, dan aktor kawakan itu melanjutkan monolognya yang berjudul ''Surat Kepada Setan'' dengan nuansa ironi yang mencekam. ''Surat aku masukkan ke pos tanpa membubuhkan nama ataupun alamat/ Tukang pos pasti tahu ke mana harus dibawa/Siapa yang tidak tahu rumah setan/Kalau toh tukang posnya bego, setan sendiri pasti akan langsung mengambil surat itu, sebab dia tahu apa yang harus dia lakukan/Namanya juga setan.'' Sejurus kemudian, dramawan pimpinan teater Mandiri itu merai h sebuah pensil raksasa dari balik backdrop yang memantulkan warna merah di belakangnya. Sembari melakukan gerakan menulis, Putu yang sudah tampak berkurang staminanyan itu mempertontonkan kemampuan keaktorannya di hadapan penonton di Bentara Budaya Jakarta (BBJ), baru-baru ini. Meski sesekali terpeleset dialognya, ''Surat Kepada Setan'' yang kuat dari segi naskah tetap mampu diantarkan oleh Putu dengan apik dan menarik. Ekstrem. Masih dengan skema andalan teater Mandiri, yaitu mengandalkan mobilitas lighting yang ekstrem, plus permainan layar putih yang memantulkan berbagai warna cahaya, dan iringan musik minus one yang menghentak-hentak, pepaklah ''Surat Kepada Setan'' menjadi repertoar khas teater Mandiri. Lakon berdurasi lebih dari 45 menit yang, menurut Putu, ia ikhtiarkan karena keprihatinan atas kondisi kekinian di Indonesia itu, sebenarnya ia maksudkan untuk menyindir orang agar tetap mau dan mampu mengusahakan rasa damai di dunia. Hal ini paling tidak tercemin dari narasi kelanjutannya yang mengharapkan manusia mampu menghadirkan surga di dunia. ''Tuhan, ini tidak adil, aku kan makhluk ciptaan-Mu. Tak mungkin Kau tidak mencintai yang Kau ciptakan sendiri. Lindungi aku/Jangan biarkan setan menang. Aku bersumpah kalau manusia yang menang, aku jamin dunia ini akan lebih indah/Orang tidak perlu mati sebelum masuk surga, sebab dunia bisa kami bikin jadi surga oleh rasa cinta yang pada dasarnya juga adalah karunia-Mu kepada kami juga!''. (Benny Benke-45)

Tidak ada komentar: