Selasa, 11 Maret 2008

Camus: Teroris

Kamis, 10 Agustus 2006. BUDAYA
Teroris Juga Manusia
"Pengeboman, teror, dan kekerasan bukanlah cara yang tepat sebagai pembenaran perjuangan, apa pun alasannya." KALIAYEV/Yanek (Joind Bayuwinanda) memekikkan kalimat itu, setelah urung mengebom iring-iringan kereta para bangsawan. Sebab, di dalam kereta itu ada anak-anak. Kegagalan membunuh bangsawan tiran Rusia itu menimbulkan pertentangan di kalangan para teroris. Bagi Stevan (Soepri Boemi) yang radikal, segala cara adalah halal. "Apa gunanya menyelamatkan beberapa anak kecil, sementara nasib ribuan anak kecil lain di luar sana tak jelas juntrungannya karena tiran terlalu lama berkuasa?" ujar Stevan. Sejak kegagalan itu, Annencov/Boria (Madin Tyasawan), Dora (Lisa A Ristagi), Voinov (Ndang Rumeksa), Yanek, dan Stevan berdebat soal tujuan perjuangan mereka. Itulah yang terbeber dalam naskah Teroris karya Albert Camus. Naskah yang diterjemahkan dengan cerdas oleh Arief Budiman itu mengalir dengan garang, lempang, dan penuh dialog perihal eksistensialisme. Camus sebagai filsuf besar melalui naskah drama itu bukan cuma menghadirkan teroris sebagai sekumpulan manusia tanpa hati. Dia melontarkan berbagai pertanyaan mengenai arti kemanusiaan, tujuan perjuangan, dan cinta. Dan semua itu mengalir secara cerdas melalui para pelakon. Naskah itu mementahkan pencitraan teroris yang selama ini cenderung identik dengan manusia tanpa budi yang selalu menghalalkan segala cara. Ya, teroris toh manusia juga. Teater Stasiun mementaskan naskah itu, Senin (7/8), di Teater Kecil Taman Ismail Marzuki (TIM), Jakarta. Teater Stasiun yang tiga kali (1994, 1995, dan 1996) menjuarai Festival Teater Jakarta menyajikan Teroris dengan pendekatan realis dan penataan panggung minimalis. Kemampuan para aktor menafsirkan naskah yang disutradarai Edi Yan Munaedi itu tak mengecewakan. Namun dalam beberapa adegan terlalu berlebihan dan terlalu didrama-dramakan. Mereka cenderung mengabaikan naturalisasi sebagai salah satu kekuatan akting. Untung, pilihan naskah yang bernas dengan dukungan musik minus one dan pencahayaan temaram mampu menghidupkan roh pertunjukan. (Benny Benke-53)

Tidak ada komentar: