Minggu, 24 Februari 2008

Shisa

Senin, 23 Januari 2006. BUDAYA
Shisha, Gaya Hidup Baru Orang Jakarta
BELAKANGAN banyak kaum muda Jakarta yang kecanduan mengisap rokok ala India. Bahkan, kebutuhan itu sudah menjadi gaya hidup mereka. Berikut laporan wartawan Suara Merdeka, Benny Benke, tentang rokok ala India, yang lebih populer disebut sebagai shisha, dan berikut kesan dari para penggemarnya. ''TIDAK ada yang lebih nikmat selain melakukan shisha bersama kawan-kawan.'' Inilah ungkapan Berky Yudika (16), yang sedang melakukan shisha atau menghisap rokok ala India, seperti dirasakan remaja lain, Eric Wijaja (16), Evo (18), dan Pierre (17). Keempat remaja yang masih duduk di bangku SMU dan universitas semester pertama itu adalah gambaran sebagian kecil dari sekian banyak orang Jakarta, yang sekarang sedang gemar-gemarnya melakukan shisha. Shisha, sebagaimana dituturkan Mohammad Nagib Alkaf, pemilik tiga tempat shisha di Jakarta, berasal dari kebudayaan tradisional India, yang telah berusia ratusan tahun. ''Setelah mengalami penyebaran dan pengembangan, ternyata shisha malah berkembang di Timur Tengah atau dunia Arab, selebihnya menyebar ke China,'' tuturnya. Nagib bersama kawan-kawannya jugalah, yang akhirnya mendekatkan budaya shisha atau bong rokok itu kepada masyarakat Jakarta, khususnya, dan Indonesia, umumnya. Menurut dia, sebelum membuka gahwacy atau warung kopi, yang terletak di kawasan Kemang, shisha hanya dapat dinikmati di hotel-hotel berbintang lima, dengan jangkauan harga sangat tinggi. ''Setelah kami kemas sedemikian rupa pada 2003 lalu, akhirnya shisha menjadi familiar di kalangan kaum muda Jakarta,'' kata dia. Bahkan, beberapa nama sohor dalam dunia keartisan, seperti, Dian Sastrowardoyo, Adam Jordan, Fauzy Ba'adila, Gilbert, hingga para politisi, seperti, Harmoko, Sys NS, sampai Alwy Shihab adalah pengunjung tetap di warung kopi miliknya untuk melakukan shisha. Apa nikmatnya shisha, sehingga banyak kaum muda, artis, politisi, hingga kalangan ekspatriat Jakarta menggemarinya? ''Kita bisa merokok dengan memilih cita rasa buah yang kita suka,'' tutur Nisa, karyawan warung kopi, yang telah setahun lebih menjadi saksi maraknya penggemar shisha. Berbagai rasa buah, seperti, anggur, strawberry, coconut, mint, rose, dan apel adalah menu pilihan utama, yang paling digemari. Biasanya shisha rasa bauh-buahan itu dinikmati bareng mint tea, sharazat (teh susu dan kapulaga/rempah dari Arab), dan jalab (juice korma).Kalaupun dibarengi dengan makan besar, menunya dari berbagai daging lembu seperti lamb les, laham mashui, shawarana, musaka, dan dajaj mashwi. Menurut Nagib, idealnya melakukan shisha pada waktu sehabis makan malam dibarengi dengan minum mint tea. ''Bahkan, kalau di Arab, air putih dingin sebagai bahan shisha biasanya diganti dengan coca cola atau vodka,'' imbuhnya. Namun, akhirnya hal itu memang menimbulkan efek mabuk. Impor. Bahan dasar shisha yang berbentuk bong raksasa setinggi 60-70 cm itu terdiri atas shisha atau bong, muassal (tembakau), arang spesial (tidak berbau, berasap, dan berasa), serta pipa. Semua bahan itu diimpor dari Dubai, Uni Emirat Arab. Untuk tembakau memang hanya ada di Dubai dan beberapa negara Timur Tengah. Pada dasarnya tembakau untuk shisha hasil dari campuran sari aneka buah dan tembakau, yang dimadu kemudian diperam, dengan kadar nikotine 0,1% dan tar 0%. ''Setelah melewati proses pemeraman, maka jadilah tembakau untuk bahan shisha,'' papar Nagib.
Tembakau shisha yang telah diperam itu selajutnya dibungkus alumuniun foil dan diletakkan di tengah shisha (bong), di mana pada bong dasarnya telah diisi air dingin (atau coca cola dingin dan berbagai minuman dingin lainnya). Setelah itu, di atap shisha, arang dibakar untuk ''membakar'' tembakau secara tidak langsung. ''Pada dasarnya, tembakau tidak terbakar langsung, hanya terkena efek panas arang yang dibakar,'' imbuh Na gib. Siapakah pengunjung dan penikmat terbanyak shisha?Sebanyak 70% adalah para ekspatriat, yang sebagian besar pernah bekerja di perusahaan-perusahaan minyak di Timur Tengah. Karena itu, sudah kenal dengan baik budaya shisha di Timur Tengah. Menurut Nagib, di Timur Tengah, biasanya shisha dijajakan di warung-warung kaki lima, yang sangat mudah sekali ditemui di jalanan. Sementara itu, 30% sisanya adalah kaum muda dan orang China. ''Bahkan, anak-anak Jakarta International School (JIS) setiap akhir pekan dapat dipastikan telah mem-booking tempat kami,'' ujar Nisa. Dengan hanya membayar Rp 35.000 untuk satu rasa shisha, yang biasanya dinikmati tiga sampai empat orang, shisha bisa dinikmati bersama hingga 30 sampai 60 menit. Dan biasanya serombongan orang yang datang memesan dua sampai tiga shisha aneka rasa. Hanya harga aneka minuman dan makanannya saja yang lebih tinggi dari harga shishanya sendiri. Di warung kopi milik Nagib sendiri frekuensi kunjungan orang yang melakukan shisha 30 sampai 50 orang setiap hari biasa. Dan di akhir pekan, teristimewa Jumat dan Sabtu, meningkat hingga 120-150 orang atau bahkan hingga 200 orang. ''Bahkan, untuk akhir pekan, biasanya orang-orang telah mendaftar dan memesan dulu. Kami pun harus ngebel jauh-jauh hari sebelumnya,'' tutur Pierre, murid salah sebuah SMA di Jakarta, yang mengaku telah melakukan shisha sejak setahun yang lalu. ''Selain enak, karena asapnya banyak dan cita rasa tembakaunya terasa, kami merasa keren aja,'' tukas Evo, rekan Pierre. (14h)

Tidak ada komentar: