Senin, 10 Maret 2008

Rekaman Terakhir Krapp

Selasa, 18 Juli 2006 . BUDAYA
Lewat Krapp, Putu Bicara

PUTU Wijaya, sastrawan dan motor Teater Mandiri, kembali menunjukkan kesejatiannya sebagai aktor andal. Secara konsisten selama 45 menit dia memainkan naskah Samuel Beckett, Rekaman Terakhir Krapp, di Teater Utan Kayu, Jakarta, Jumat (14/7). Dia cuma melibatkan seorang penata lampu dan tata suara. Namun dia mampu mengubah diri secara total menjadi seorang tua renta lengkap dengan bahasa tubuh, wicara, dan permainan mimik nyaris sempurna. Dia berhasil menyajikan pertunjukan monolog yang intens. Apalagi jarak dengan penonton terdepan yang mengitari sepertiga arena itu cuma semeter. Tak urung, pementasan lakon untuk memperingati 100 tahun Samuel Beckett itu makin terasa nges. Berbeda dari lakon-lakon Mandiri, seperti Bor, War, Zero, Zoom dan, Zetan: Berguru Jadi Pahlawan, pementasan kali ini mengalir dengan sepi. Jauh dari hiruk-pikuk khas teater teror serta tak cerewet. Naskah realisme kelam khas Beckett menuntut penonton tidak hanya menikmati dengan rasa, tetapi juga dengan pikiran. ''Naskah Beckett yang realis dan kelam memang membutuhkan pemikiran para penikmat. Naskah itu membuat penonton merenung dan berpikir,'' ujar Putu. Naskah itu pekat dengan sindiran terhadap kemanusiaan universal, menggelitik kesadaran, dan cerdas. Alur Rekaman Terakhir Krapp sederhana. Krapp tua yang renta, ringkih, pemabuk, nyinyir, dan pandai memilah bahasa mempunyai kebiasaan baru. Ya, dia gemar mendengarkan rekaman suaranya yang terekam 30 tahun lalu. Kecemerlangan, kemarahan, dan kebinalan terlontar dari rekaman itu. Mendengar kembali suara mudanya, Krapp tua menceracau dan membanding-bandingkan dengan kondisi kekinian. Rekaman Terakhir Krapp adalah naskah kedua yang bukan asli Mandiri yang dimainkan Putu. Sebelumnya dia memainkan The Coffin is Too Big for the Hole karya Kuo Pao Kun dari Singapura. (Benny Benke-53)

Tidak ada komentar: