Selasa, 04 Maret 2008

LI Zie Jien

Rabu, 28 Juni 2006. BUDAYA
Super-realisme Cinta Li
LI Zie Jien, pelukis asal China, telah mengelilingkan lukisan realismenya ke berbagai belahan dunia sejak 1993. Kini, dia mengakhiri pameran itu di Jakarta. Dengan mengusung tema kemanusian dan cinta, Li ingin membangkitkan kembali semangat realisme di dunia yang telah ditinggalkan. Karya-karya alumnus Department of Oil Painting of Guangzhou Academy of Fine Arts 1982 itu nyaris tiada beda dari "pemandangan" asli. Tak berlebihan jika Agus Dermawan T, kritikus seni rupa, menyebut lukisan Li super-realis. Lihatlah, karya pelukis kelahiran Shaoyan, Provinsi Hunan, China, tahun 1954, yang berjudul ''1937. Massacre in Nanjing Kill'' itu. Lukisan di atas kanvas 213 x 290 cm itu dengan titis menggambarkan pembantaian ratusan orang China di Nanjing oleh tentara Jepang. Kengerian yang muncul dari tumpukan ratusan mayat tanpa kepala, dengan tangan terikat di belakang, dan seorang bayi yang menjerit di dada mayat sang ibu tersajikan secara dramatis. Sementara itu, dua serdadu Jepang dengan bangga memamerkan pedang yang berlumuran darah di depan gunung mayat. Lukisan koleksi Fokuangyuan Museum of Art, China, itu merupakan salah satu dari puluhan karya yang dipajang di Linda Gallery, Kemang Raya, Jakarta. Li dengan sadar menjatuhkan pilihan pada realisme dan dia mempunyai alasan. ''Dengan realisme, saya mampu memotret kejadian dalam kehidupan secara lebih jelas dan apa adanya,'' katanya akhir pekan lalu. Ratusan lukisan yang telah diapresiasi di Amerika Serikat, Taiwan, Hong Kong, Jerman, Prancis, Inggris, Thailand, Malaysia, Singapura, Australia, Afrika Selatan, Brasil, Markas PBB, Kanada, dan Belanda itu menyajikan keapaadaan yang senyatanya. ''Potret kemanusiaan adalah tema yang tak pernah habis. Karena itulah saya akan terus menggambar kehidupan apa adanya,'' kata dia. Dia telah lima kali ke Bali. Dari perziarahan ke Bali itu, Li menghasilkan "A Series of Bali" yang bersanding dengan seri lukisan lain. Misalnya, A Series of Homeles, A Series of Malaysia, A Series of Mother and Doughter, A Series of Quilt, A Series of the Native Land, A Series of Tibet, A Series of Old Taiwanese Country Ways Series. Li juga melukis potret para pemimpin seperti Mahathir Mohamad, Kofii Annan, dan Paus Benekdiktus. ''Jika Presiden SBY tak keberatan, saya dengan senang hati akan melukisnya,'' katanya. Pameran lebih akbar dengan tema sama akan diselenggarakan di Museum Nasional, Jakarta, pada 8-30 Juli. ''Saya hanya membawa pesan kemanusian dan cinta lewat lukisan. Semoga itu sampai ke para penikmat,'' ujar Li. (Benny Benke-53)

Tidak ada komentar: