Selasa, 12 Februari 2008

Paparazzi

Jumat, 07 Januari 2005. BUDAYA

Juru Foto, Pisau Bermata Dua

KETIKA rasa keadilan sudah tidak dapat ditegakkan oleh otoritas tertinggi, atau pun kalau ditegakkan terlalu membutuhkan prosedural yang semakin memakan perasaan, maka satu-satunya jalan untuk mewujudkan rasa keadilan adalah menegakkanya dengan cara sendiri. Demikianlah yang dilakukan oleh Bo Laramie (Cole Houser), seorang selebriti Hollywood yang mencoba melindungi keluarga tercintanya dari kuntitan paparazzi. Kemarahan Bo boleh jadi berlebihan namun bukan tanpa alasan. Di dunia gemerlap industri keartisan para selebriti yang penuh dengan glamoritas, keberadaan Bo sebagai seorang superstar anyar memang sangat menarik untuk diberitakan. Hingga pada akhirnya, batasan antara wilayah publik dan wilayah privat yang dimilikinya semakin mengabur. Dan lebih ekstremnya, penderitaan yang dialaminya bersama istri dan putranya semakin menjadi makanan empuk paparazzi. Boleh jadi apa yang dirasakan Bo lewat film anyar Paparazzi tidak hanya dirasakannya sendiri. Mell Gibson bersama Bruce Davey dan Stepen McEvety selaku produser tampaknya ingin menyindir para pewarta foto spesialis gosip yang kerjanya mengotak-atik kehidupan pribadi para selebriti.

Ya, pewarta foto dalam Paparazzi memang bagai pisau bermata dua. Ia akan menjadi pahlawan yang akan segera dilupakan dan terlupakan begitu berhasil ''mengangkat '' ketenaran seseorang. Namun, dalam waktu yang nyaris bersamaan, paparazzi dapat menjungkirbalikkan karier selebriti ke jurang yang paling tidak berdasar sekalipun. Tragis memang.Dan lewat film besutan Paul Abascal yang beranjak dari skenario lugas Forrest Smith, sinema yang memasang dua sosok penting ranah perfilman Hollywood, yaitu Mel Gibson dan Mathew McChonoughny ini, mengalir dengan misi menyindir para paparazzi.

Balas Dendam

Dalam film itu dikisahkan, Bo Laraime mulai diganggu dengan keberadaan empat sekawan paparazzi yang senantiasa menguntit kebersamaan keluarga intinya. Dengan bersenjatakan kamera digital dan high-powered zoom lenses, para wartawan dan pewarta foto majalah tabloid gosip Paparazzi ini menguntit ke mana pun Bo dan keluarganya berada. Hingga pada puncaknya, akibat terus dikuntit ketika berada di sebuah mobil yang sedang melaju dalam kecepatan tinggi, sebuah kecelakaan yang mengakibatkan istrinya cidera berat dan putranya koma, memaksa Bo menuntut balas kepada para paparazzi. Betapa tidak? Karena tidak adanya saksi, empat paparazzi itu melenggang kangkung tanpa sebuah tuntutan. Sedangkan Bo musti menjalani terapi anger management. Saran psikiater terhadap Bo untuk berdamai dengan lingkungan dunia selebritinya tidak dituruti. Dia malah bersikukuh dengan pendiriannya. Selanjutnya bisa ditebak, satu per satu para wartawan dan pewarta foto gosip itu berjatuhan meregang nyawa. Dan sang pemimpin paparazzi, Rex (Tom Sizemore) pun harus menanggalkan cita-cita idealis jurnalismenya: menjadi jendela masyarakat (gosip) atas kehidupan nyata para selebriti.Memang, apa yang dilakukan oleh paparazzi tidak terlepas juga dari rasa haus keingintahuan masyarakat sendiri atas keingintahuannya terhadap kehidupan para pesohor. Dan di tangan paparazzi, kamera menjadi senjata yang menjulangkan sekaligus menikam. (Benny Benke-81)

Tidak ada komentar: